Pemilihan Umum 2024 akan memiliki banyak persoalan, yang akan menjadi tantangan besar bagi para penyelenggara pemilu.
Tangkapan layar akademisi ilmu politik Universitas Indonesia Hurriyah dalam diskusi virtual Gelora Talk bertema Pro Kontra Pileg dan Pilpres 2024 di Waktu Bersamaan, Apa Untung Ruginya, Rabu (1/6). (Andri)
“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana dan apa tugas yang harus dilakukan Komisi Pemilihan Umum dalam menyiapkan pemilu hanya dalam waktu tidak sampai 20 bulan,” kata akademisi ilmu politik Universitas Indonesia Hurriyah dalam diskusi virtual Gelora Talk bertema Pro Kontra Pileg dan Pilpres 2024 di Waktu Bersamaan, Apa Untung Ruginya, Rabu (1/6).
Menurutnya, Pemilu 2024 akan menjadi pemilu yang sangat kompetitif. Selain itu juga menjadi pemilu eksperimental, karena masih menggunakan regulasi yang lama dan UU Pemilu yang lama.
“Padahal di sisi lain, ada tantangan regulasi yang juga sampai sekarang belum terjawab. Misalnya soal belum sinkronnya antar peraturan, adanya kekosongan normatif yang menjadi PR besar buat penyelenggara,” ujarnya.
Demikian pula ada tantangan legitimasi yang besar. Lalu, apakah kemudian peraturan yang dibuat dapat mengisi kekosongan dan bisa diterima bersama atau tidak.
“Selain itu, ada tantangan selain tantangan yang berkaitan dengan lingkungan. Termasuk, bagaimana persiapan stakeholder pemilu, yang bukan hanya penyelenggaranya saja, tetapi juga tingkat kesiapan pemerintah,” tandasnya.
Hal itu semua harus menjadi catatan yang harus diperhatikan untuk menimbang. Pada akhirnya, pemilu serentak yang dilakukan menciptakan lebih banyak kompleksitas.
“Dampak positifnya belum tercapai. Dalam hal legitimasi suara pemilih juga ada persoalan. Juga catatan tentang suara tidak sah, surat suara tidak sah yang juga menjadi persoalan,” tegasnya.