Keunggulan Pancasila dari ideologi lainnya adalah nilai-nilainya digali dari pandangan, sikap dan perilaku masyarakat nusantara.
Anggota DPD RI Fahira Idris. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Karena sudah menjadi nilai dan praktik hidup keseharian, dengan segala tantangannya, Pancasila akan mampu terus bersemai di negeri ini,” kata anggota DPD RI Fahira Idris di Padang, Rabu (1/6).
Menurutnya, jauh sebelum Indonesia merdeka, nilai-nilai Pancasila sudah bersemai di hati. Selain itu, tindakan masyarakat di berbagai daerah di nusantara yang hingga saat ini, terus dipegang dan dipraktikkan secara utuh.
“Salah satunya oleh masyarakat di Sumatera Barat (Sumbar) yang filosofi hidupnya sangat lekat dengan kelima sila Pancasila. Sebelum bangsa ini merdeka, nilai Pancasila sudah ada di alam pikiran dan tindakan masyarakat Sumbar, yang terus menguat hingga kini,” ujarnya.
Besarnya peran tokoh-tokoh asal Sumbar, sebut saja Mohammad Hatta, Soetan Sjahrir, Mohammad Yamin, Haji Agoes Salim, Sjafroeddin Prawiranegara bersama tokoh daerahnya lainnya yang memperjuangkan kemerdekaan dan membentuk Republik yang berdasarkan Pancasila, menjadi memori besar yang tertanam kuat di benak warga Sumbar. Dan tidak luntur sampai detik ini.
“Dikatakan, praktik sila Ketuhanan yang Maha Esa begitu nyata di Sumbar. Terlebih, orang Minangkabau sudah terkenal dengan religiusitasnya. Filosofinya adat bersendikan syariah dan syariah bersendikan Kitabullah, adalah nafas dari sila Ketuhanan yang Maha Esa,” tandasnya.
Selain itu, ucapnya, warga Sumbar juga senantiasa hidup dengan semangat keadilan. Yakni lewat filosofi berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
“Hal itu merupakan implementasi nyata dari sila kedua Pancasila. Selain itu, sudah menjadi kebiasaan bahwa jika ada bencana besar menghampiri negeri ini, warga Sumbar selalu menyumbangkan berton-ton rendang ke daerah bencana,” tegasnya.
Diterima
Sementara, implementasi Persatuan Indonesia, juga nyata di Sumbar. Semua pendatang diterima dan diperlakukan dengan baik apapun sukunya, agamanya atau rasnya.
“Disisi lain orang minang yang terkenal sebagai perantau selalu membaur karena berpegang pada prinsip dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Soal musyawarah dan mufakat juga sudah menjadi praktik hidup masyarakat Sumbar sejak dulu yang terkenal dengan filosofi demokrasi bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mupakaik,” imbuhnya.
Dimana filosofi itu berarti bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat. Sementara untuk sila keadilan sosial juga turun temurun dipraktikkan lewat filosofi mandapek samo balabo, kahilangan samo marugi, maukua samo panjang, mambilai samo laweh, baragiah samo banyak, manimbang samo barek.
“Yang artinya, mendapat sama berlaba, kehilangan sama merugi, mengukur sama panjang, menyambung sama lebar, berbagi sama banyak, menimbang sama berat. Sejatinya nilai-nilai Pancasila sudah menyediakan konsep, prinsip dan nilai yang merupakan faktor endogen suku-suku bangsa yang ada di Indonesia dalam membentuk karakternya,” jelasnya.
Selama konsisten, lanjutnya, maka bangsa ini akan bisa menghadapi berbagai tantangan zaman.
Anggota DPD RI Fahira Idris. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)