Sesuai dengan amanat Pembukaan UUD tahun 1945, tujuan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (Biro Pemberitaan DPR RI)
“Karena tugas negara memang seperti itu. Sesuai dengan amanat Pembukaan UUD tahun 1945, tujuan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum,” kata anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, Kamis (26/5).
Untuk diketahui, saat acara Evaluasi Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Jakarta, Selasa (24/5), Presiden Joko Widodo mengatakan harga BBM domestik seperti Pertalite dan Pertamax yang masing-masing sebesar Rp 7.650 dan Rp 12.500, jauh lebih murah ketimbang negara lain. Misalkan, dia mencontohkan, harga BBM di Singapura sudah mencapai Rp 32.000, Jerman di angka Rp 31.000 dan Thailand sebesar Rp 20.000.
Presiden menambahkan, bahwa Indonesia berusaha menahan terus, namun angka subsidi tersebut terus membesar. Sampai kapan bisa menahan tekanan ini. Menurut presiden, menahan harga BBM yang tinggi itu berat.
Namun menurut Mulyanto, negara hadir menjadi buffer shock atau shock breaker. Yakni bantalan bagi masyarakat dari turbulensi ekonomi global. Sehingga, kejutan ekonomi yang menghantam dari luar dapat diredam agar tidak membuat masyarakat menjadi susah.
“Terkait lonjakan harga BBM akibat perang Rusia-Ukraina, seluruh negara-negara di dunia potensial menerima akibat turbulenesi harga minyak global yang sama. Akan tetapi ada perbedaan substansial terhadap harga BBM di antara negara-negara tersebut,” ujarnya.
Dimana secara umum bergantung pada daya beli masyarakat. Negara kaya memiliki harga BBM yang lebih tinggi dibandingkan negara yang lebih miskin.
“Sementara, negara yang memproduksi dan mengekspor minyak, menjual minyak dengan harga rendah secara domestik. Perbedaan harga minyak di masing-masing negara, tergantung pada variasi besaran pajak dan subsidi domestik untuk komoditas ini,” tandasnya.
Lebih Murah
Sehingga, tergantung bagaimana sikap pemerintah masing-masing terkait dengan kebijakan pajak dan subsidi. Contohnya, Brunei dan Malaysia menjual BBM dengan harga yang jauh lebih murah dibanding Indonesia.
“Harga bensin dengan RON 90 di Brunei sebesar Rp 3.800 per liter. Sementara harga bensin dengan RON 95 di Malaysia dijual sebesar Rp 6.900 per liter. Di kita, bensin Pertalite (RON 90) dijual dengan harga Rp 7.650 per liter,” tegasnya.
Fakta lain, lanjutnya, lonjakan harga migas dunia ternyata diikuti dengan kenaikan harga SDA yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Antara lain seperti batubara, gas alam, CPO, tembaga, nikel dan lain-lain.
“Akibatnya, turbulensi ekonomi global ini malah membawa berkah bagi surplus perdagangan kita dan memperkuat penerimaan APBN kita,” ucapnya.
Sebagai informasi, naiknya harga SDA dan komoditas energi menyebabkan surplus perdagangan. Penerimaan Bea Keluar mencapai Rp 10,70 trilliun atau tumbuh sebesar 132,22 persen (yoy).
Hal itu didorong tingginya harga komoditas CPO dan meningkatnya volume ekspor tembaga. Kinerja PNBP sampai dengan Maret 2022 mencapai Rp 99,1 triliun, meningkat didorong oleh Pendapatan Sumber Daya Alam (SDA).
Pendapatan SDA Migas tumbuh 113, 2 persen (yoy) didukung kenaikan ICP, sementara SDA non-migas tumbuh 70,3 persen didukung kenaikan harga minerba.