Masyarakat cenderung untuk memilih capres yang berpeluang besar untuk menang
Tangkapan layar diskusi virtual Gelora Talk bertema Kasak-kusuk Politik Aji Mumpung 2024, Bagaimana Sikap Presiden? (Sakti)
“Sebab, masyarakat cenderung untuk memilih capres yang berpeluang besar untuk menang,” katanya dalam diskusi virtual Gelora Talk bertema Kasak-kusuk Politik Aji Mumpung 2024, Bagaimana Sikap Presiden, Rabu (18/5).
Menurutnya, hal itu berbeda bila memang niat mencapreskan ketua umumnya adalah coat tail effect atau efek ekor jas, agar perolehan suara partainya naik. Hal itu bisa saja dilakukan.
“Namun, tetap harus mencari cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi dan berasal dari eksternal,” ujarnya. Adapun aktivis demokrasi Syahganda Nainggolan menegaskan, baik Susilo Bambang Yudhoyono maupun Hatta Rajasa, baru mulai melakukan kerja politik untuk pencapresannya sekitar setahun sebelum pemilu.
“Namun kali ini, 2,5 tahun sebelum pemilu, menteri-menteri sudah sibuk memikirkan untuk keberlanjutan kekuasaan. Para menteri berpikir aji mumpung bagaimana bisa berkuasa dan bagaimana agar bisa kaya,” kritiknya.
Sebab, saat rakyat kesulitan dan lapar, elitnya justru tidak memikirkan rakyat dan hanya memikirkan bagaimana kekuasaan terus berlangsung. Sementara Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari menjelaskan, dari menteri yang ada di kabinet, hanya separuh yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo.
Sedangkan separuhnya lagi adalah wakil parpol yang kadang dijabat oleh ketua umumnya. “Lalu, apakah bisa berharap menteri yang juga ketua umum parpol akan patuh pada presiden? Orang menjadi menteri karena ada dua variabel, yaitu kompetensi dan kedua dukungan politik,” tandasnya.
Namun Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyatakan, dalam sistem presidensial, menteri tidak memiliki posisi tawar. Sehingga, keliru bila ada yang menganggap seorang menteri memiliki posisi tawar.
“Menteri adalah perkakas dan hak prerogratif presiden. Sehingga, ketua umum dan pejabat parpol tidak punya posisi tawar terhadap presiden. Karena dalam sistem presidensial, meski presiden dicalonkan oleh parpol, namun yang memilih oleh rakyat,” tegasnya.