
Wowsiap.com - Kalau tak ada aral, perkara dugaan korupsi mafia minyak goreng dengan 5 tersangka bakal disidang bulan depan.
Kejagung telah limpahkan berka ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam perkara ini, ada lima orang terdakwanya yakni Pierre Togar Sitanggang (PTS) selaku GM PT Musim Mas; eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Parulian Tumanggor dan General Manager PT Musim Mas, dan Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati mantan penasihat kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Tim Asistensi Kemenko Perekonomian.
Dalam perkara ini, PTS didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Kemudian subsidiair pasal 3 jo pasal 18 UUNo 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah UU No 20/2001 tentang Perubahan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Setelah mempelajari surat dakwaan, akademisi dari Universitas Al Azhar Jakarta, Dr Sadino mencium adanya keanehan. Sebut saja terkait kerugian negara yang bukan ditetapkan oleh lembaga audit negara, yakni BPK ata BPKP.
Selain itu, kata dia, kerugian negara yang dihitung dari beban yang ditanggung pemerintah berbentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan dan mahalnya minyak goreng.
"Ini tentu hal yang baru dan cukup membingungkan. Di mana subsidi yang diberikan pemerintah kok malah menjadi kerugian negara," kata Sadino kepada wartawan, Jakarta, Senin (21/8/2022).
Terdakwa PTS diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengurusan Persetujuan Ekspor (PE) CPO dan produk turunannya sebanyak 41 ijin yang berasal dari 7 perusahaan Grup Musim Mas, yakni PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas. Selanjutnya, PTS dianggap telah menguntungkan atau memperkaya perusahaan sebesar Rp626,6 miliar.
Selain itu, PTS juga didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp1.107.900.841.612,08 dan merugikan perekonomian negara senikqi Rp3.156.407.585.578,00,-
"Dalam dakwaan, PTS disebutkan dalam mengurus PE dengan menggunakan dokumen yang dimanipulasi. Tidak sesuai dengan realisasi distibusi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, dianggap melanggar domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DMO)," kata Sadino.
Terhadap jumlah DMO yang seharusnya disalurkan atau didistribusikan Grup Musim Mas, mencapai 194.269.182 kilogram (kg).
Namun, data yang masuk dalam sistem INATRADE hanya sebanyak 160.9478.425 kg sehingga terdapat selisih kekurangan sebesar 33.321.757 kg.
Di mana, data yang masuk dari Grup Musim Mas tersebut tidak dilakukan perhitungan, pemeriksaan dan verifikasi secara benar dari permohonan pengajuan PE oleh tim verifikasi selaku pemproses datq pada Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Data dokumen pengurusan administrasi persetujuan ekspor Grup Musim Mas yang diajukan melalui sistem INATRADE Kemendag hanya dijadikan sebagai syarat formalitas, sehingga persyaratan yang diajukan perusahaan tidak sesuai jumlah dan data dokumen CPO dan produk turunannya yaitu PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama.
Selanjutnya, PT Agro Makmur Raya, PT Wira Inno Mas, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Megasurya Mas, dan PT Musim Mas Fuji, dalam data dan dokumen pengajuan izin PE CPO dan produk turunnya lebih besar jumahnya dibandingkan data persentase dan data penyaluran/distribusi DMO yang dialihkan Grup Musim Mas.
Sedangkan penyaluran dan pendistribusian setelah permohonan Persetujuan ekspor sebagai kewajiban DMO Grup Musim Mas sebanyak 194.269.182 kg berdasarkan data dalam sistem INATRADE sebanyak 77.160.360 kg, atau hanya tersalur sekitar 48 persen, sehingga Grup Musim Mas tidak merealisasikan penyaluran dan distribusi kewajiban DMO-nya sebanyak 78.969.720 kg. Atau sekitar 52 persen.
Kerugian keuangan negara tersebut sebagal akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan pemberian fasilitas PE produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO.
"Dengan tidak disalurkannya DMO sehingga negara/pemerintah harus mengeluarkan dana BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen. Kerugian negara tersebut, mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran BLT Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan dan mahalnya minyak goreng," terang Sadino.
Menariknya, kerugian negara akibat perbuatan PTS dan lima terdakwa lainnya, bukan hasil dari audit investigasi auditor pelat merah, baik BPK maupun BPKP.
Namun mengacu kepada Laporan Kajian Analisis Keuntungan llegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada pada 15 Juli 2022, yang dihitung selama periode 15 Februari hingga 30 Maret 2022.
Di mana, hasil kajian dari UGM itu menetapkan potensi kerugian dari masing-masing perusahaan sebagai berikut. PT Musim mas sebesar Rp 147.399.655.905; PT Musim Mas - Fuji Rp1.971.457.902; PT Intibenua Perkasatama Rp449.573.936.117; PT Agro Makmur Raya Rp172.333.926; PT Megasurya Mas Rp 3.718,613.494; dan PT Wira Inno Mas Rp23.794,516,086,00.
Masih mengacu hasil kajian Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, menyebut adanya kerugian sebesar Rp12,3 triliun dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng. Yang terbagi atas kerugian rumah tangga Rp1,35 triliun dan kerugian dunia usaha Rp10,96 triliun.
Di kesempatan terpisah, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Supardi membenarkan bahwa berkas perkara para tersangka telah dinyatakan P21.
Penyerahan tersangka berikut barang bukti hari ini bakal segera disusul pelimpahan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada PN Jakarta Pusat.
Selanjutnya Ketua PN Jakarta Pusat menunjuk majelis hakim yang akan menanganinya untuk kemudian majelis hakim tersebut membuat penetapan persidangan perdana atau pembacaan surat dakwaan kasus dugaan korupsi ekspor minyak goreng tersebut.
Dirdik pada Jampidsus Kejaksaan Agung, Supardi menyebutkan bahwa kasus mafia ekspor minyak goreng dan turunannya terjadi pada Januari 2021 sampai dengan Maret 2022. Kasus tersebut diperkirakan telah merugikan keuangan dan perekonomian negara triliun rupiah.
"Total kerugian keuangan negaranya sekitar Rp20 triliunan," tutur Supardi.