Setelah melewati masa-masa sulit, Bitcoin menguat pada Kamis (14/7/2022). Nilai pasar mata uang kripto berkapitalisasi terbesar ini, naik 4% dalam 24 jam terakhir.
Bitcoin
Melansir Fortune, Bitcoin sempat turun tajam mendekati US$19.000 pada Rabu (13/7/2022). Karena isu inflasi AS mencapai tingkat tertinggi dalam 41 tahun. Selanjutnya, Bitcoin berhasil bangkit ke level US$ 20.000 pada Kamis.
"Meskipun demikian, lebih mudah untuk memahami Bitcoin mencapai US$ 10.000 daripada $30.000,” jelas Michael Safai, pendiri dan mitra pengelola Dexterity Capital, dikutip dari Fortune, Jumat (15/7/2022).
Dia menambahkan, pergerakan harga Bitcoin ditentukan situasi ekonomi makro yang lebih luas. Sebesar 60% dari 950 orang menanggapi survei MLIV Pulse terbaru, mengatakan Bitcoin diprediksi mengalami kelongsoran hingga level US$10.000. Intinya, Bitcoin diramal bukannya naik kembali ke US$30.000.
Safai menambahkan, laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) lebih tinggi dari perkiraan dan kekhawatiran atas kenaikan suku bunga di masa depan, menciptakan kelemahan jangka pendek lebih lanjut untuk Bitcoin.
Hal ini mengingat prospek resesi, dampak yang akan terjadi pada saham yang terus dilacak oleh Bitcoin; dan relatif tidak adanya kabar baik untuk kripto. “Crypto mungkin tidak terlalu peduli dengan The Fed, tetapi pasar saham peduli, dan ke mana ekuitas pergi, Bitcoin mengikuti,” kata Safai.
Menurut Fortune, Daniel Keller, salah satu pendiri protokol jaringan blockchain Flux sepakat dengan penurunan yang disampaikan Safai.
“Inflasi tinggi dan tekanan inflasi yang meningkat tidak akan meyakinkan siapa pun yang terpapar pasar ini. Bitcoin telah menunjukkan ketahanan; namun, pasar alternatif telah mengalami aksi jual besar-besaran ketika pasar tradisional bereaksi,” katanya.
