Elemen ekonomi digital menjadi isu yang sangat signifikan. Khususnya dalam menavigasi pemulihan arus perdagangan di kawasan.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melakukan pertemuan dengan Ambassador United States Trade Representative (USTR), Katherine Tai di Washington DC, Amerika Serikat. (Biro Humas Kemendag)
“Namun, platform lintas batas ini memiliki tantangan tersendiri yang dapat memberikan tekanan cukup kuat,” kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat melakukan pertemuan bilateral dengan Duta Besar United States Trade Representative (USTR) Katherine Tai di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (11/5).
Dalam siaran pers yang diterima wowsiap.com dari Kementerian Perdagangan, Jumat (13/5), Lutfi menjelaskan tekanan tersebut sangat dirasakan oleh para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Hal itu mengingat dinamika perdagangan internasional yang kontraproduktif, dengan pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir. Misalnya, pandemi Covid-19, distorsi terhadap rantai pasok global dan regional,” ujarnya.
Termasuk pula eskalasi konflik Rusia dan Ukraina, hingga melemahnya kepercayaan dunia terhadap sistem perdagangan multilateral. Dikatakan, kerja sama ekonomi digital ASEAN-AS menjadi salah satu isu penting yang dibicarakan.
“Khususnya dalam kerangka pembahasan isu ekonomi bilateral, regional dan multilateral. Untuk itu, perlu kerja sama seluruh negara dalam menghentikan upaya-upaya kapitalisme modern, yang saat ini berkembang di platform digital,” tandasnya.
Pada pertemuan dilakukan di sela rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus ASEAN-AS yang berlangsung sejak Rabu hingga hari ini, Lutfi juga menyampaikan rencana pelaksanaan Pertemuan Khusus ASEAN Economic Ministers (AEM) pada 18 Mei 2022 di Bali.
Sementara Katherine Tai menyampaikan, AS memiliki program dalam pembangunan ekonomi di kawasan Indo-Pasifik. Dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pengaruh cukup signifikan di kawasan Asia Tenggara.
“Agenda AS di kawasan Indo-Pasifik adalah melalui perwujudan Indo-Pacific Economic Framework (IPEF). Yang mana memiliki fleksibilitas dan terdiri atas empat pilar utama yang saling terkait,” tegasnya.
Keempat pilar tersebut yaitu Fair and Resilient Trade, Supply Chain Resilience, Infrastructure, Clean Energy dan Decarbonization; dan Tax and Anti-Corruption. Dia menitikberatkan penjelasan IPEF pada pilar Fair and Resilient Trade.
“Yang mencakup penyusunan prinsip-prinsip, aturan, standar, kolaborasi terkait ekonomi digital. Yang dewasa ini menimbulkan tantangan serta oportunitas tersendiri,” ucapnya.
Keterikatan
Ditegaskan, AS berupaya membangun suatu keterikatan yang didukung oleh sektor bisnis di kawasan. Yakni melalui pembangunan ekonomi yang semakin tangguh, berkelanjutan, memberikan lebih banyak insentif bagi dunia usaha dan meningkatkan inklusifitas.
“Namun bukan sesuatu yang dipandang sebagai kebijakan anti Tiongkok. IPEF bukan kerangka kerja sama perdagangan tradisional dan memerlukan keterikatan yang lebih erat dalam menciptakan inovasi kerja sama perdagangan baru dengan negara atau ekonomi baru,” jelasnya.
AS juga sangat terbuka dalam mengembangkan sesuatu yang inovatif dan berbeda. Yang mungkin akan memiliki elemen-elemen perjanjian perdagangan sebagai platform untuk melanjutkan kolaborasi,” ungkapnya.
Pada pertemuan dibahas juga beberapa isu yang menjadi perhatian Indonesia dan AS. Isu tersebut di antaranya tentang rokok keretek, WTO, dan beberapa isu bilateral seperti Generalized System of Preferences (GSP), Intellectual Property Right (IPR), serta komitmen dalam kesepakatan Indonesia-AS.
Pada pertemuan, kedua perwakilan akan mengupayakan pertemuan bilateral lanjutan di sela Pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation Ministers Responsible for Trade APEC-MRT atau Pertemuan the Twelfth WTO Ministerial Conference (MC-12) mendatang.