Antara Baju Bodo dan Aura Wanita Suku Bugis
Baju bodo juga sering disebut bodo gesung alias baju berlengan pendek dan menggelembung. Ini karena bentuk baju bodo yang kotak, ketika dipakai akan tampak menggembung di tubuh.
Untuk bagian bawahnya, mereka menggunakan kain sarung panjang hingga semata kaki.
Pemberian nama bodo pun karena dalam bahasa Makassar artinya ialah pendek. Dibanding baju adat lain di Sulawesi, dikatakan bahwa baju bodo merupakan busana adat tertua.
Namun, baju bodo yang kini kita lihat sudah berbeda dari zaman dahulu.Pasalnya, para perempuan di masa lalu menggunakan baju bodo yang cenderung transparan tanpa baju dalam.
Baju bodo dipakai begitu saja dan memperlihatkan lekuk tubuh hingga mempertontonkan area payudara. Seiring dengan mulai masuknya agama Islam, baju bodo pun mulai mengalami perubahan. Sejak saat itu, kaum hawa mengenakan pakaian dalam berwarna senada dengan baju bodo sebagai luaran.
Penggunaan baju bodo sebagai busana adat tak lepas dari adanya kasta. Pada praktiknya di masyarakat, baju bodo memiliki aturan soal warna yang melambangkan tingkat usia dan kemapanan penggunanya.
Misalnya, warna jingga untuk usia 10 tahun, jingga dan merah darah untuk usia 10-14 tahun, merah darah untuk usia 17-25 tahun, warna putih untuk para inang dan dukun, warna ungu untuk para janda, dan warna hijau khusus dipakai puteri bangsawan.
Biasanya baju bodo dipakai dalam upacara adat, misalnya pernikahan. Namun, saat ini busana tersebut sudah bisa dikenakan dalam berbagai kegiatan seperti perlombaan menari, upacara menyambut tamu kehormatan, pagar ayu, dan pendamping mempelai dalam pernikahan.
Bagi masyarakat Suku Bugis, baju bodo melambangkan kecantikan dan keanggunan seorang perempuan. Saat menggunakan baju bodo dan sarung, setiap wanita Bugis dianggap memiliki aura anggun yang lebih tinggi