Ribuan masyarakat yang tumpah ruah di sepanjang jalan menonton kuda menari yang berkeliling kota dan berakhir di Stadion Mengga Manding
Ratusan ekor kuda meramaikan festival Saeyyang Patuddu atau kuda menari di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Senin (22/5/2022)
Sebanyak 179 ekor Saeyyang Patuddu, 400 Passawe atau penunggang kuda wanita, 800 Pesarung dan Parebana 40 group Rebana dengan total keseluruhan sebanyak 1800 peserta ikut meramaikan festival tersebut sehingga menarik perhatian ribuan masrayakat.
Para Passawe berparas cantik ini mengenakan pakaian adat Mandar, Passarung dan Parabbana.
Ribuan masyarakat yang tumpah ruah di sepanjang jalan menonton kuda menari yang berkeliling kota dan berakhir di Stadion Mengga Manding.
Saeyyang Patuddu merupakan warisan turun-temurun budaya adat Mandar, yang hingga saat ini masih terus di perkenalkan pada peringatan Maulid Nabi.
Dalam ajang tak hanya digelar untuk menarik kunjungan wisatawan, tapi pemerintah Polewali Mandar berkesempatan juga membawa parade budaya ini pada Unesco sebagai warisan budaya dunia.
Keunikan dari budaya Sayyeang Patuddu ini sendiri, dimana lenggak lenggok kuda saat pukulan Rebana dimainkan dan tak ada di daerah lain hanya di Polewali Mandar.
Pihak perwakilan Unesco yang hadir pun dibuat takjub dengan atraksi dan festival budaya ini. Itje Khodidjah, Ecxecutive Chair of Indonesia National Commision For UNESCO
Sementara itu, Kepala dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Polewali mandar, Andi Masri Masdar mengatakan festival Saeyyang Patuddu digelar tak hanya untuk mengenalkan sebagai salah satu budaya Mandar pada pihak Unesco untuk Menuju warisan dunia, namun juga untuk melestarikan budaya Mandar yang Kental dengan nilai-nilai agama.
“Saeyyang Patuddu sendiri memang sejak dulu diketahui menjadi tradisi masyarkat suku mandar, dimana setiap kegiatan keagamaan seperti maulid nabi dan tamatan alquran saeyyang patuddu selalu saja ditampilkan,” jelas Andi Masri.