
Wowsiap.com - Rencana pemerintah menaikan tarif dasar listrik (TDL) pada tahun 2022, dinilai tidak memiliki alasan kuat. Apalagi kalau alasan penyesuaian tarif listrik tersebut karena kenaikan harga migas internasional.
“Logika untuk menaikan tarif PLN sebagai akibat kenaikan harga migas global kurang kuat. Karena masalah ini tidak seberapa berpengaruh bagi biaya pokok pembangkitan (BPP) listrik PLN,” kata anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto di Jakarta, Sabtu (16/4).
Menurutnya, kontribusi sumber energi BBM untuk pembangkit listrik PLN secara nasional sangat kecil. Kontribusi sumber energi primer pada pembangkit listrik PLN secara nasional, terutama adalah dari batubara dan gas.
“Yakni dengan total kontribusi sebesar 84 persen. Dimana masing-masing 66 persen dari batubara dan 18 persen dari gas. Sementara kontribusi dari air dan panas bumi, sebesar 13 persen,” ujarnya
Sementara, kontribusi dari sumber BBM pada pembangkit listrik PLN hanyalah sebesar 4 persen. Jumlah yang sedikit, terutama ada di Indonesia bagian Timur. Di sisi lain harga batubara dan gas untuk pembangkit listrik dipatok tetap melalui regulasi DMO (domestic market obligation).
“Dimana harga masing-masing USD 70 per ton untuk batubara dan USD 6 per MMBTU untuk gas. Tidak ada kenaikan harga batubara dan gas untuk PLN,” tandasnya.
Kalau ingin mendorong kinerja PLN, kata dia, yang penting dilakukan pemerintah justru membayar tunggakan dana kompensasi listrik. Untuk tahun 2021, tunggakan dana kompensasi listrik pemerintah sebesar Rp 24,6 triliun.
“Kemudian melakukan moratorium pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar BBM dan program dedieselisasi. Karena pembangkit listrik berbasis BBM ini bukan hanya mahal, namun juga kotor,” tegasnya.
Di dalam draft RUU EBT mutakhir, dedieselisasi harus tuntas dilakukan pemerintah sampai tahun 2024. Namun sayang, prakteknya masih kontradiktif. Karena pada Jum’at (15/4), PLN meresmikan pembangkit listrik terapung pertama buatan Indonesia.
“Yaitu yang diberi nama Barge Mounted Power Plant (BMPP) Nusantara-1. Dimana berkapasitas 60 MW, yang berbahan bakar fosil. Ini yang harus kita evaluasi terus,” ucapnya.