KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (Foto: Biro Pemberitaan DPR RI)

Wowsiap.com - Pemerintah diminta jangan sembrono mengumbar pernyataan yang dapat membuat panik masyarakat. Pasalnya, saat ini masyarakat masih kaget dengan kenaikan harga BBM jenis Pertamax dan kelangkaan solar.

“Sehingga kalau pemerintah terus bicara soal rencana kenaikan BBM jenis Pertalite dan LPG 3 kg (gas melon), tentu akan menambah kepanikan masyarakat menghadapi beban hidup yang makin berat,” kata anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto di Jakarta, Senin (4/4)

Menurutnya, pemerintah jangan lebih melindungi kepentingan oligarki dan memanjakan mereka dengan berbagai fasilitas serta kemudahan usaha. Sementara beban kenaikan harga barang-barang pokok, ditimpakan kepada masyarakat.

“Ini kan tidak adil. Yang kaya tambah kaya, yang miskin akan tambah miskin. Kami minta pemerintah bersikap adil dalam pengelolaan beban ekonomi di masa sulit sekarang ini,” ujarnya.

Menurutnya, negara harus hadir dalam mengatur beban ekonomi yang timbul akibat perang Rusia-Ukraina. Sebab, jangan sampai tekanan ekonomi dunia tersebut, langsung dilepas dan ditimpakan kepada masyarakat. 

“Seharusnya, pemerintah, BUMN - termasuk dunia usaha - yang pertama-tama menanggung beban tersebut. Jangan masyarakat yang masih belum pulih dari pandemi Covid-19, yang dipaksa memikul beban dampak tsunami harga migas dunia,” tandasnya.

Pemerintah juga perlu terbuka terkait penerimaan ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral. Pasalnya, naiknya harga migas dunia, diiringi juga dengan lonjakan harga CPO, batubara, tembaga, nikel dan lain-lain.

“Indonesia sebagai negara pengekspor komoditas energi dan sumber daya mineral, menikmati durian runtuh dengan melambungnya harga-harga komoditas ini. Di samping kita merogoh saku lebih dalam untuk membayar defisit transaksi berjalan dari impor migas, namun di sisi lain, saku kita juga bertambah gemuk dari penerimaan ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral,” tegasnya.

Lebih Besar
Menurut hitungannya, penerimaan negara dari ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral lebih besar ketimbang besarnya defisit transaksi impor migas. Kelebihan itu dapat digunakan untuk mengkompensasi kenaikan harga-harga dalam negeri. 

“Pemerintah, BUMN dan dunia usaha perlu sharing the pain (kesetiakawanan sosial-ekonomi). Yakni dengan meningkatkan pajak ekspor/royalti dari komoditas CPO, batubara, tembaga, nikel, dll secara progresif sesuai dengan kenaikan harga dunia,” tuturnya.  

Sebab. pemerintah jangan lebih melindungi kepentingan oligarki dan memanjakan mereka. Yakni dengan berbagai fasilitas dan kemudahan usaha serta tidak menarik pajak/royalti secara optimal dari mereka.

“Apalagi pada saat harga komoditas tersebut sedang tinggi-tingginya.  Jangan hanya mengintimidasi masyarakat dengan serangkaian rencana kenaikan harga energi pokok masyarakat seperti BBM jenis Pertalite, gas LPG 3 kg, juga listrik PLN,” imbuhnya.

Namun tidak terbuka atas durian runtuh penerimaan negara atas ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral tersebut. “Karena penerimaan pajak/royalti ini sangat berguna untuk mengurangi beban masyarakat atas kenaikan harga-harga,” tukasnya.