
Wowsiap.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara terus mengupayakan restrukturisasi atas BUMN-BUMN yang dikelolanya. Kementerian BUMN juga telah melakukan beberapa inisiatif, seperti di Jiwasraya, Asabri, PTPN dan perusahaan BUMN lainnya.
“Perbaikan ini merupakan satu langkah, termasuk restrukturisasi hutang, kita membutuhkan perbaikan dari business process,” kata Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansyury dalam rapat kerja dengan Komite II DPD RI, Senin (21/3).
Menurutnya, meski belum masif, hal itu merupakan langkah awal yang telah dilakukan sejak 2020. Di PTPN, kata dia, saat ini pihaknya bisa menurunkan biaya produksi di kebun-kebun.
Sementara Wakil Ketua Komite II DPD RI Lukky Semen menyoroti mengenai masih banyaknya BUMN yang mengalami kerugian. Dirinya menilai masih, adanya BUMN yang mengalami kerugian tersebut dikarenakan masih diterapkannya budaya perusahaan yang cenderung merugikan BUMN tersebut.
“Karena banyak perusahaan BUMN yang budayanya dibawa dulu sampai sekarang. Padahal sekarang sangat kompetitif,” ujarnya. Dia lalu mencontohkan Garuda, yang budayanya masih sama dengan puluhan tahun lalu.
Dimana beban-beban biayanya cukup tinggi. Demikian pula dengan PLN, yang masih ada budaya orang yang mau pensiun minta dimutasi dulu. Sehingga mendapat uang mutasi
“Saya berharap ada keberanian dari Kementerian BUMN terkait BUMN-BUMN yang sampai saat ini terus merugi. Salah satunya dengan dibubarkan. Karena hanya akan menjadi beban bagi negara,” tandasnya.
Setengah Berani
Kalau secara umum, lanjutnya, dia dapat mengatakan kinerja Kementerian BUMN cukup baik, namun masih setengah berani. Karena sebenarnya BUMN yang merugi cukup dibubarkan dan harus ada keberanian untuk itu.
Sedangkan anggota Komite II DPD RI Made Mangku Pastika menilai, salah satu solusi dalam penanganan BUMN yang terus mengalami kerugian adalah dengan merevisi payung hukumnya. Yaitu UU No. 19/2003 tentang BUMN.
“UU tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada. Untuk membuat berani, harus ada dasar payung hukumnya. Selama ini tidak cukup kuat,” tegasnya.
Karena sudah menjadi rahasia umum, semua tahu apa yang terjadi dalam penunjukkan direksi, penentuan kebijakan, budaya organisasi. Sehingga, diperlukan payung hukum yang kuat.