KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. (Foto: mpr.go.id)

Wowsiap.com – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menegaskan, masih banyak sekolah, para guru dan pemuka agama yang terkadang abai atau lalai terhadap peraturan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UU yang ada. Sehingga, kekerasan terhadap anak masih saja terus terjadi.

“Presiden Joko Widodo sudah membuat Perppu Nomor 1 Tahun 2016 yang mengoreksi UU Nomor 23 Tahun 2002, menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016. UU tersebut ditandatangani oleh Pak Jokowi tanggal 25 Mei tahun 2016,” katanya secara virtual dalam diskusi 4 Pilar MPR RI bertema Mendorong Keberpihakan Negara dalam Perlindungan Anak di Media Center MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/12).

Menurutnya, ketentuannya sangat gamblang. Namun, para guru dengan berbagai macam latar belakangnya - termasuk latar belakang gender dan agamanya - seolah-olah blank dengan aturan-aturan tersebut. Padahal, aturannya sudah amat sangat rinci dan sangat jelas.

“Dimana pasal 81 ayat 2, ketentuan pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat satu berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain,” ujarnya.

Di ayat 3 terkait dengan siapa pelakunya. Dalam hal tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak atau dilakukan lebih dari satu orang secara bersama-sama, maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya.

“Pemberatan ini kalau disosialisasikan secara maksimal kepada tadi para pendidik pengasuh anak, tenaga pendidikan dan aparat. Nanti ada pemberatan juga. Siapapun yang melakukan kejahatan terhadap anak, bisa sampai pada hukuman mati,” tandasnya.

Kemudian ada di pasal 81 ayat 5, dalam hal tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 76 D, menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka, mengalami gangguan jiwa, penyakit menular, atau hilangnya fungsi reproduksi atau korban meninggal dunia. “Maka pelaku tersebut dipidana mati, kemudian kedua seumur hidup kemudian pidana paling rendah 10 tahun dan paling lama 20 tahun,” tegasnya.

Dikatakan, negara harus hadir betul-betul untuk merealisasikan hal semacam ini. Apalagi, kondisinya di Indonesia adalah darurat kejahatan terhadap anak-anak. “Ini bukan untuk menakut-nakuti, akan tetapi agar berlaku objektif sehingga kita bisa mematahkan masalah untuk menyelesaikan masalah,” tukasnya.