KKP Tangkap Dua Kapal Ikan Asing Berbendera Malaysia, Selamatkan Potensi Kerugian Rp19,9 Miliar
Anggota DPD RI Filep Wamafma mempertanyakan, mengapa tidak ada nama dari ras Melanesia dalam survei elektabilitas sejumlah figur yang mengemuka menjadi calon presiden dalam Pemilihan Presiden pada tahun 2024.

Anggota DPD RI Filep Wamafma. (Foto: Humas DPD RI)
Wowsiap.com – Anggota DPD RI Filep Wamafma mempertanyakan mengapa tidak ada nama dari ras Melanesia ataupun putra Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT dalam survei elektabilitas sejumlah figur yang mengemuka menjadi calon presiden di dalam Pemilihan Presiden pada tahun 2024. Padahal, ras Melanesia adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Survei yang lain pun tidak pernah mengambil satu nama tokoh dari penduduk ras Melanesia. Sejak Papua menjadi bagian dari NKRI, tokoh-tokoh Papua memang belum pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia,” katanya.

Demikian halnya juga Maluku dan NTT, yang belum pernah memimpin NKRI. Dia berharap agar ada orang dari ras Melanesia menjadi Presiden RI. Menurutnya, keinginan tersebut merupakan mimpi di siang bolong.

“Persoalan pokoknya terletak pada kuatnya politik identitas di Indonesia. Politik identitas di sini bermakna bahwa asal-usul seorang calon presiden di Indonesia, dijaga sedemikian rupa agar berpusat di wilayah Indonesia bagian Barat,” ujarnya.

Politik identitas itu juga diperkuat oleh beberapa hal. Antara lain masyarakat Indonesia sepertinya masih memfokuskan diri pada calon-calon presiden dari Indonesia Barat, dalam hal ini Pulau Jawa.

“Entah sudah terdoktrin, hal ini secara otomatis menghilangkan kemungkinan ras Melanesia untuk menjadi presiden. Berikutnya, peran partai politik dalam membesarkan tokoh tertentu, biasanya hanya berpusat pada tokoh-tokoh publik di wilayah Jawa,” tandasnya.

Hal itu menyebabkan tokoh-tokoh dari ras Melanesia hanya sebatas menyukseskan figur-figur politik yang berkiprah dan dikenal di wilayah Jawa. Kemudian, sadar atau tidak, asumsi publik di Indonesia masih meng-underestimate kemampuan tokoh-tokoh dari rumpun Melanesia.

Menurutnya, dalam tataran tertentu, hal ini ikut menumbuhkan benih diskriminasi dan rasisme. Watak rumpun Melanesia yang keras, seringkali dianggap kurang pas sebagai pemimpin NKRI.

Seperti diketahui, sebuah media massa merilis angka elektabilitas beberapa figur politik, yang diperkirakan menjadi calon presiden setelah Joko Widodo. Survei yang dilakukan sejak 26 September-9 Oktober 2021 tersebut dilakukan terhadap 1.200 responden di 34 provinsi, melalui wawancara tatap muka.

Nama Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berada di elektabilitas tertinggi yaitu 13,9 persen. Di bawah kedua nama itu, ada Anies Baswedan dengan elektabilitas 9,6 persen. Disusul Ridwan Kamil (5,1 persen), Tri Rismaharini (4,9 persen), Sandiaga Uno (4,6 persen), Basuki Tjahaja Purnama (4,5 persen), Agus Harimurti Yudhoyono (1,9 persen), Mahfud MD (1,2 persen), dan Gatot Nurmantyo (1,1 persen).