Larangan Ekspor CPO Sangat Berbahaya Bagi Reputasi Dagang Indonesia

Kebijakan tersebut tidak akan signifikan mempengaruhi nilai tukar petani dan gejolak ekonomi di daerah penghasil sawit. Kebijakan pemerintah juga akan merugikan neraca dagang RI.

Larangan Ekspor CPO Sangat Berbahaya Bagi Reputasi Dagang Indonesia

Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)

Wowsiap.com - Kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang secara total menutup keran ekspor crude palm oil (CPO) berikut produk minyak goreng, disayangkan. Meskipun kebijakan itu dikeluarkan dalam rangka menstabilkan harga minyak goreng di pasaran.

“Jika upaya itu dilakukan dengan pendekatan kebijakan yang tidak fair dan berlebihan tentu akan menimbulkan masalah baru lainnya di level petani dan daerah,” kata Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin di Bengkulu, kemarin.

Meski demikian, dia mengapresiasi upaya pemerintah untuk menjaga daya beli dan menstabilkan harga minyak goreng juga bahan pokok lainnya. Menurutnya, kebijakan menutup total keran ekspor sangat berbahaya bagi reputasi dagang RI di pasar global.

“Khususnya bagi para eksportir. Pemerintah sebaiknya utamakan untuk menjaga keseimbangan kebutuhan domestik dan memenuhi permintaan pasar ekspor,” ujarnya.

Sebab hal itu akan berpengaruh langsung pada posisi neraca perdagangan. Dia mengaku percaya, tujuan pemerintah adalah baik.

“Terutama pasca ditetapkannya beberapa tersangka mafia minyak goreng. Baik dari pihak kementerian terkait maupun beberapa pengusaha,” tandasnya.

Tidak Signifikan
Namun, kata dia, kebijakan tersebut tidak akan signifikan mempengaruhi nilai tukar petani dan gejolak ekonomi di daerah penghasil sawit. Kebijakan pemerintah juga akan merugikan neraca dagang RI di tengah meningkatnya permintaan dan harga CPO di pasar ekspor.

“Masyarakat hanya meminta agar harga minyak goreng - baik kemasan maupun curah - kembali ke harga semula. Yakni seperti sebelum terjadi penghapusan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestik price obligation berikut harga eceran tertinggi (HET),” tegasnya.

Dikatakan, jika kebijakan itu dipaksakan, maka yang rugi tentu jutaan petani serta karyawan perkebunan sawit. Selain itu tentunya pertumbuhan ekonomi daerah penghasil sawit pun akan bergejolak.

“Di sisi lain, akan mempengaruhi etos kerja dan produktivitas sawit. Karena meningkatnya harga pupuk dan biaya produksi.

“Padahal produksi CPO kita sangat jauh melampaui kebutuhan pasar domestic. Kecuali jika sisa konsumsi CPO dialihkan semuanya menjadi campuran biosolar, mungkin akan cukup bagus,” tukasnya.

ekspor CPO minyak goreng sawit kebijakan