Tolak ukur program legislasi yang dirumuskan oleh DPR RI, bukan berdasar banyaknya Undang-Undang yang dilahirkan.
Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kanti W. Janis. (Ist)
“Tidak bisa sekedar memasang target jumlah 100 atau 200 UU. Kerja legislasi DPR tidak hanya sekedar kuantitas, tapi soal kualitas,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani di Jakarta, Kamis (21/4).
Menurutnya, yang jauh lebih penting adalah UU dibahas dengan mekanisme yang benar. Selain itu, memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat.
“Produk legislasi DPR harus memiliki landasan sosiologis yang kuat dan memberikan manfaat untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Serta mencapai kemajuan Indonesia,” ujarnya.
Hal itu pulalah yang menjadi dasar mengapa UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), membutuhkan waktu dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan. UU tersebut juga berusaha mengakomodir dan memberi ruang yang luas untuk publik berpartisipasi secara aktif.
“Sehingga, UU TPKS bisa menjadi payung hukum yang menjaga dan mengayomi. Bukan hanya untuk perempuan, melainkan untuk satu bangsa Indonesia. UU TPKS merupakan hadiah buat seluruh masyarakat Indonesia menjelang peringatan Hari Kartini,” tandasnya.
Cepat
Dia menambahkan, UU TPKS lahir atas kolaborasi dan sinergi yang apik antar semua pihak. Hal itu juga diakui oleh Ketua Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kanti W. Janis.
“Saya mengapresiasi upaya Puan dalam menyerap aspirasi publik saat proses perumusan UU TPKS. Puan merespon serius serta cepat menanggapi masukan masyarakat,” tegasnya.
Dimana hal itu bukan hanya soal bagaimana proses aspirasi politik itu diperhatikan. Akan tetapi ada kepemimpinan yang efektif, terutama dari pimpinan DPR.
“Saya kira kedepan kita butuh banyak model kepemimpinan politik yang berwibawa dan efektif seperti Puan. Lahirnya UU TPKS ini merupakan salah satu tanda zaman bahwa Indonesia memasuki era modern sesungguhnya,” ucap dia.
Dimana ciri utama negara modern adalah memberi perlindungan nyata. Tidak hanya untuk perempuan, namun juga kelompok rentan lain. Dia berharap penerapan UU ini benar-benar tegas dan tidak memberikan celah bagi pelaku kejahatan seksual untuk bebas.
“Serta mampu mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual. Tentu agar UU ini menjadi hukum yang hidup di masyarakat, kita harus awasi dan kawal bersama implementasinya,” tukasnya.