Penguatan DPD Tak Bisa Diminta dengan Cara Baik-baik

wowsiap.com - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mendukung upaya penguatan kelembagaan DPD RI untuk mendapatkan kesetaraan hak di Senayan. Namun, penguatan itu tidak bisa diminta dengan cara baik-baik.

Penguatan DPD Tak Bisa Diminta dengan Cara Baik-baik

wowsiap.com - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mendukung upaya penguatan kelembagaan DPD RI untuk mendapatkan kesetaraan hak di Senayan. Namun, penguatan itu tidak bisa diminta dengan cara baik-baik.

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis. (Foto: Humas DPD RI)
wowsiap.com - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mendukung upaya penguatan kelembagaan DPD RI untuk mendapatkan kesetaraan hak di Senayan. Namun, penguatan itu tidak bisa diminta dengan cara baik-baik.

“Karena dalam politik tidak ada minta, dimana yang ada harus dimainkan. Lakukan skak-ster dulu, baru kemudian bicara," katanya di Media Center DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/10). Hal itu disampaikannya dalam diskusi Obrolan Senator (Obras) bertema Amandemen dan Bikameral: Upaya Penataan untuk Mewujudkan Demokrasi Modern Berdasarkan Konstitusi Kenegaraan.

Menurutnya, DPD harus memainkan kartunya. Misalnya, tidak memberikan DIM atau pendapat, sehingga DPR tidak bisa meneruskan pembahasan karena akan cacat hukum. Margarito menambahkan, apa yang dialami DPD saat ini merupakan refleksi dari keangkuhan DPR RI.

“Keangkuhan dari DPR yang menyebabkan DPD tidak memiliki hak yang kuat di parlemen. Saya mendukung penguatan DPD. Karena itu, DPD harus menunjukkan keangkuhannya juga. Tidak bisa nasibnya diserahkan atau berharap kebaikan hati pada orang orang di DPR,” ujarnya.

Dia menambahkan, dalam politik ada kasihan. Karenanya, saat ini DPD harus menunjukkan taringnya. Salah satunya dengan membuat macet sistem ketatanegaraan. "Bila ada pembahasan undang-undang di suatu daerah, jangan bahas. Mana ada politik pakai saling pengertian di awal. Karena politik berurusan dengan kepentingan-kepentingan yang berlawanan, itulah yang dipertandingkan,” jelasnya.

Sebagai contoh pada saat seleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI beberapa waktu lalu. Dimana DPD tidak memberikan rekomendasi kepada seseorang, akan tetapi yang dipilih DPR justru orang tersebut.

“Coba kalau DPD tidak membahas dan tidak mengeluarkan surat, tidak bisa itu disahkan dan macet. Suka atau tidak suka, postur ketatanegaraan kita saat ini terlihat betul terjadi perbedaan. DPR didesain dengan kekuasaan penuh,” ucapnya.

Karena ada lembaga tata negara secara demokrasi yang didesain menjadi sub-ordinat. Dalam kata lain, lanjutnya, ada lembaga yang full authority atas yang lain. Ini seperti hubungan DPR dengan DPD dan DPR menjadi tiran atas DPD.