Kinerja apik Kejaksaan Agung RI di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, dinilai mampu menjawab akar masalah kelangkaan minyak goreng.
Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Kami berterima kasih kepada institusi Kejakgung RI, yang bersedia menjawab pertanyaan dan keraguan masyarakat terhadap pemerintah yang terkesan lemah di hadapan pengusaha minyak goreng,” kata Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin di Bengkulu, Rabu (20/4).
Menurutnya, keberanian moral Jaksa Agung akan menjadi warning bagi mafia dan kartel bahan pangan pokok lainnya. Dimana selama ini mereka seringkali meresahkan masyarakat.
“Keberanian mengungkapkan kasus-kasus yang fundamental harus terus ditingkatkan dan didukung oleh lembaga penegak hukum lainnya. Ini menjadi langkah awal bagi pemerintahan Joko Widodo, untuk melakukan bersih-bersih,” ujarnya.
Terutama terhadap kasus kejahatan ekonomi yang belum diungkap dan telah merugikan negara. Hal itu juga persis dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, dimana saat ini bentuk kejahatan ekonomi semakin masif, rumit dan kompleks.
“Hal itu dikarenakan kejahatan tersebut terkait dengan birokrat-birokrat nakal, yang bermain dengan para pengusaha,” tandasnya.
Normal
Usai terungkapnya skandal itu, dia berharap agar pemerintah dapat memberlakukan kembali aturan domestic market obligation (DMO) dan price domestic obligation (PDO) minyak sawit (CPO). Sehingga harga minyak goreng bisa kembali normal seperti sebelumnya.
Diketahui, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana dan tiga pengusaha swasta lainnya, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, tak akan pandang bulu mengusut siapa pun.
Termasuk apabila kasus tersebut turut menyeret menteri. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, dalam perkara ini, sejak akhir tahun 2021 terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran.
Maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO serta DPO bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya. Selain itu menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.