Moderasi Beragama Jawaban Maraknya Intoleransi

Moderasi beragama telah menjadi isu global. Hal itu sekaligus sebagai jawaban, atas maraknya intoleransi yang menyebabkan kebebasan beragama di seluruh dunia mengalami tekanan.

Moderasi Beragama Jawaban Maraknya Intoleransi

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menghadiri Dharmasanti Nasional Perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di Gedung Nusantara IV MPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (10/4). (Foto: Bagian Pemberitaan MPR RI)

Wowsiap.com - Moderasi beragama telah menjadi isu global. Hal itu sekaligus sebagai jawaban, atas maraknya intoleransi yang menyebabkan kebebasan beragama di seluruh dunia mengalami tekanan.

Hari Toleransi Internasional setiap tanggal 16 November yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), berangkat dari kenyataan bahwa 

“Sikap intoleransi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kehidupan beragama merupakan ancaman yang harus disikapi bersama oleh komunitas global,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menghadiri Dharmasanti Nasional Perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di Gedung Nusantara IV MPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (10/4).

Sejarah mencatat, banyak negara - termasuk negara-negara maju di Eropa - pernah mengalami masa kelam akibat terjadinya kekerasan atas nama agama. Meski demikian, moderasi beragama bukanlah mengabaikan ajaran nilai agama.

“Karena sesungguhnya, nilai agama akan selalu melekat dan mewarnai kehidupan keseharian dan kebangsaan. Mengajarkan untuk menjaga hubungan silaturahmi yang harmonis dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan,” ujarnya.

Pada dasarnya, kata dia, agama menjauhkan kita dari perbuatan dosa dan tercela. Karenanya, jangan sampai karena mengatasnamakan agama, justru membuat banyak dosa dan perbuatan tercela.

“Di Indonesia, relasi antara agama dan negara telah diatur sedemikian khas. Indonesia bukan negara agama yang berdasar pada satu agama tertentu, tetapi juga bukan negara sekuler,” tandasnya.

Menurutnya, Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian, martabat kemanusiaan seseorang tercermin dari caranya menghormati orang lain.

“Dan seberapa kuat komitmennya dalam menjunjung tinggi nilai nilai persahabatan dan persaudaraan antar sesama manusia. Nilai filosofis dari ajaran Tat Twam Asi yang merupakan ajaran moral yang bernafaskan agama Hindu, selaras dengan rumusan sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab,” tegasnya.

Majemuk
Dia menambahkan, bagi Indonesia, membangun moderasi beragama sangat penting. Mengingat Indonesia adalah bangsa yang majemuk sejak kelahirannya.

“Disini hidup 273 juta penduduk yang menganut enam agama berbeda yang diakui oleh negara, serta puluhan aliran kepercayaan. Dengan kemajemukan tersebut, moderasi beragama akan menjadi faktor kunci terwujudnya harmoni dan kerukunan umat beragama,” imbuhnya.

Sehingga, kerukunan umat beragama yang menjadi landasan terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa, bukanlah sesuatu yang bersifat statis. Akan tetapi berkembang dinamis.

Sebagaimana terlihat dari indeks kerukunan umat beragama di Indonesia yang mengalami pasang dan surut. Misalnya di tahun 2017 dengan capaian indeks 72,27, tahun 2018 turun menjadi 70,9, tahun 2019 kembali naik menjadi 73,8, tahun 2020 turun menjadi 67,46. 

“Lalu, tahun 2021 naik kembali menjadi 72,39. Dinamika ini mengisyaratkan pesan penting, bahwa membangun kerukunan umat beragama harus menjadi upaya berkesinambungan,” tukasnya.

moderasi beragama intoleransi majemuk kerukunan