Penundaan pemilu hanya bisa terjadi jika mendapatkan dukungan kuat dari rakyat.
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid dalam diskusi bertema Penundaan Pemilu dalam Koridor Konstitusi di Ruang Delegasi Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3). (Foto: Biro Humas dan Sistem Informasi MPR RI)
“DPR dan MPR adalah cerminan kehendak rakyat. Kalau wacana ini mendapatkan dukungan rakyat kuat, maka cukup alasan bagi MPR menjalankan amandemen,” kata Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid di Ruang Delegasi Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3).
Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertema Penundaan Pemilu dalam Koridor Konstitusi yang digelar Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa MPR RI. Menurutnya, sampai hari ini belum ada satupun fraksi yang mengusulkan amandemen.
“Sejauh ini, MPR hanya ada rekomendasi dari MPR periode sebelumnya untuk membahas mengenai Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sampai hari ini masih ada partai yang maju mundur,” ujarnya.
Dia menambahkan, penundaan pemilu baru pada tahap wacana belum sampai pada forum pengambilan keputusan. Dia juga mengatakan, seringkali partai-partai selalu ikut dalam membahas Undang-Undang.
“Tapi pada tahap pengambilan keputusan, tidak setuju. Usul penundaan pemilu ini lebih pada memberikan pintu usulan kepada partai-partai. Jadi, belum sampai pada pengambilan sikap,” tandasnya.
Jangan-jangan, kata dia, kalau nanti wacana ini terus digulirkan, pada tahap pengambilan keputusan resminya, partai-partai setuju. “Kita tunggu saja,” tegasnya. Dia menjelaskan, penundaan pemilu baru sebatas wacana, sehingga layak untuk didiskusikan.
“Jika nantinya terjadi amandemen, pasal mana harus diubah. Bagaimana pula persetujuan atau penolakan partai-partai. Bagi PKB, ini baru pada tahap dasar. Kalau didukung rakyat, lanjut. Kalau tidak, ya berhenti. Waktu masih dua tahun, perbincangan publik masih bisa berubah,” tukasnya.