Demokrasi Mundur Luar Biasa Bila Pemilu Ditunda

Sistem demokrasi yang harus dijaga agar tata laksana dan keberadaannya tertib serta makin terkonsolidasi, seakan mengalami regresi atau kemunduran luar biasa.

Demokrasi Mundur Luar Biasa Bila Pemilu Ditunda

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini (kanan) dalam Dialektika Demokrasi bertema Wacana Penundaan Pemilu, Sikap DPR? di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/3).  (Foto: Susilo)

Wowsiap.com – Sistem demokrasi yang harus dijaga agar tata laksana dan keberadaannya tertib serta makin terkonsolidasi, seakan mengalami regresi atau kemunduran luar biasa. Khususnya bila pemilihan umum sampai ditunda dan memperpanjang masa jabatan.

“Penundaan pemilu dan memperpanjang masa jabatan adalah satu paket. Ini berbeda dengan tiga periode, yang menambah satu periode namun harus berdarah-darah melalui pemilu. Masyarakat dan pemillih juga bisa bilang tidak untuk penambahan periode,” kata anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/3). 

Hal itu disampaikannya diskusi dalam Dialektika Demokrasi bertema Wacana Penundaan Pemilu, Sikap DPR? Namun menurutnya, penundaan pemilu plus perpanjangan masa jabatan tanpa harus bertanya pada rakyat melalui pemilu, dapat membuat masa jabatan bertambah.

“Siapa yang rugi? Ya kita semua yang sudah memperjuangkan sistem demokrasi yang seharusnya dijaga dengan sistem hukum. Karena demokrasi adalah sistem nilai dan daulat rakyat. Dalam penundaan pemilu, rakyat ditinggal dan terjadi perpanjangan masa jabatan,” ujarnya.

Ini berbeda dengan tiga periode, karena rakyat masih bisa menolak dan melawan. Namun dalam penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, tidak jelas dimana suara rakyat diletakkan.

“Dari survei terbaru, sebanyak 74 persen responden menginginkan pemilihan umum tetap dilaksanakan pada 2024 dan tidak ada penundaan. Hal itu menunjukkan bahwa publik semakin dewasa secara politik,” tandasnya.

Komitmen
Dia menambahkan, penilaian kinerja Presiden Joko Widodo harus secara proporsional, yakni dengan menilai kinerjanya. Akan tetapi, komitmen berdemokrasi juga tetap harus dijaga.

“Semua pihak harus obyektif dan jujur dalam menyampaikan berbagai suara publik. Betul bahwa ada 80 negara yang menunda pemilu karena pandemi, yang disebut dengan istilah penundaan pemilu dengan alasan kemanusiaan. Namun per September 2021, tidak ada satupun negara yang menunda pemilu karena alasan pandemi,” tegasnya.

Sementara, penundaan pemilu dengan alasan kemanusiaanpun harus dilakukan dengan pertimbangan yang komprehensif, dengan memperhatikan ketentuan konstitusi secara utuh dan menyeluruh. Serta dilakukan secara transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.

“Bukankah sekarang Indonesia adalah kampiun dalam mengatasi pandemi? Hal itu juga selalu dibanggakan dalam Presidensi G20. Dimana Indonesia sudah memiliki vaksin, booster dan sebagainya serta tidak perlu lagi antigen dan PCR untuk bepergian,” ucapnya.

Sehingga, tidak masuk akal bila pemilu akan ditunda dengan alasan pandemi. Bagaimanapun, kata dia, rasionalitas publik harus dijaga. Terlebih, publik maskin logis. Sehingga, pemilih sebenarnya memperhatikan, mengamati dan menilai.

“Penilaiannya akan diberikan di bilik suara. Tinggal kemudian bagaimana Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional mempergunakan kedewasaan politik publik agar tidak kehilangan suaranya,” tukas dia.

penundaan pemilu demokrasi publik pemilih pandemi