Pemerintah melalui Kementerian Energu dan Sumber Daya Mineral, untuk melakukan moratorium pembangkit tenaga listrik.
Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. (Foto: Biro Protokol, Humas dan Media DPD RI)
“Kita tentu prihatin dengan bisnis model PT PLN, yang harus menanggung beban keuangan akibat over supply energi listrik. Pemerintah harus membatasi kehendak pihak swasta sebagai supplier energi listrik kepada PLN, untuk membangun pembangkit listrik,” kata Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin, Senin (7/3).
Menurutnya, kelebihan pasok energi listrik adalah dampak dari skema kontrak PLN, yang cenderung memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta. Yakni untuk membangun pembangkit listrik, tanpa mempertimbangkan rasio pasokan listrik yang telah ada.
“Kami mengapresiasi kinerja pemerintah, yang sejauh ini telah memenuhi rasio elektrifikasi yang telah mencapai 99 persen. Namun secara ketersediaan energi listrik kita justru mubazir, karena melampaui cadangan ideal,” ujarnya.
Dikatakan, over supply energi listrik tidak hanya menyebabkan kerugian finansial PLN. Namun juga signifikan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, akibat penggunaan batubara sebagai sumber energi utama PLN selama ini.
“Sehingga kami menilai bahwa beberapa PLTU yang aktif beroperasi, segera dikonversi dengan penggunaan energi baru terbarukan. Transisi energi harus menjadi atensi serius pemerintah,” tandasnya.
Renegosiasi
Hal itu sebagai salah satu solusi dalam mengurangi beban fiskal PLN saat ini. Selain itu, lanjutnya, pemerintah dan PLN harus melakukan renegosiasi atau melakukan perubahan skema kontrak Take or Pay listrik swasta yang berlangsung selama ini.
“Oleh karenanya, kami mendorong pemerintah untuk melakukan penghentian sementara (moratorium) pembangunan infrastruktur pembangkit listrik. Khususnya tenaga uap dan batubara oleh swasta. Kecuali pembangkit listrik yang berorientasi pada agenda transisi energi,” tegasnya.
Sebab, over supply energi listrik dan rasio elektrifikasi yang mendekati angka 100 persen, menandakan bahwa Indonesia telah siap sepenuhnya fokus melakukan transisi energi listrik. Khususnya dalam rangka mencapai nett zero emission Indonesia 2050.
Seperti diketahui, PLN saat ini sedang berada dalam sorotan. Hal itu karena tengah mengalami kelebihan pasok, lantaran sejumlah pembangkit listrik baru mulai dioperasikan.
Selain itu, hal tersebut terjadi lantaran adanya ketidakseimbangan antara supply dan demand. Satu sisi, supply listrik PLN tercatat tinggi, sementara konsumsi masyarakat tercatat rendah.