Lembaga Keuangan Syari'ah Didorong Bangun Kemitraan dengan Pelaku Agribisnis Berbasis Digital

Lembaga keuangan syari'ah seperti Bank Syari'ah Indonesia (BSI) Indonesia, tidak perlu khawatir melakukan pembiayaan dengan membangun kemitraan bersama segmen industri pertanian.

Lembaga Keuangan Syari'ah Didorong Bangun Kemitraan dengan Pelaku Agribisnis Berbasis Digital

Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin. (Foto: Biro Protokol, Humas dan Media DPD RI)

Wowsiap.com - Lembaga keuangan syari'ah seperti Bank Syari'ah Indonesia (BSI) Indonesia, tidak perlu khawatir melakukan pembiayaan dengan membangun kemitraan bersama segmen industri pertanian. Khususnya agribisnis tanaman pangan dengan pendekatan digital.

“Permasalahan kemandirian pangan, harus turut menjadi perhatian lembaga keuangan. Lembaga keuangan syariah khususnya BSI tentu memiliki kepentingan untuk membantu pemerintah dalam memberikan supplay modal usaha bagi petani,” kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan B Najamudin, Kamis (3/3).

Menurutnya, patut disyukuri bahwa lembaga keuangan syariah menjadi institusi keuangan yang mampu tumbuh positif. Khususnya di tengah periode krisis pandemi Covid-19.

“Hal ini tidak terlepas dari fungsi ta'awan atau fungsi sosial dari beberapa skema pembiayaan yang dimiliki dalam instrumen keuangan syariah. Memiliki daya tahan yang tangguh di tengah krisis, adalah keunggulan tersendiri bagi BSI dalam melakukan penetrasi pasar,” ujarnya.

Khususnya pada sektor rill dan pelaku bisnis skala kecil hingga menengah, yang notabene lebih nyaman dengan skema pembiayaan yang sederhana. BSI harus memiliki bisnis model yang lebih sederhana dan ramah bagi masyarakat.

“Terutama pelaku industri pertanian. Meskipun permasalahan terkait gap periode dan resiko bisnis pada industri pertanian cukup tinggi. Fenomena pinjaman online adalah contoh betapa pentingnya faktor kemudahan dan penyederhanaan proses pembiayaan dari sebuah lembaga keuangan,” tandasnya.

Namun harus tetap wajib memperhatikan sisi resiko kemampuan mengembangkan dan mengembalikan atau non performing fund (NPF). Selama ini, lanjutnya, pihaknya melihat BSI dan beberapa lembaga keuangan syariah non bank cenderung hanya membiayai kebutuhan nasabah yang bersifat konsumtif dengan akad murabahah atau jual beli.

“Dengan menjadikan UMK sebagai segmen pasar, BSI diharapkan mampu menjadi solusi bagi pembiayaan dan penggunaan teknologi dalam industri pengolahan dan manufaktur skala kecil dan menengah,” tegasnya.

Mudah
Manufaktur dan industri pengolahan juga menjadi salah satu yang cukup terdampak oleh krisis pandemi. Pembiayaan yang mudah pada penggunaan teknologi sektor ini akan menjadi loncatan produktivitas yang positif bagi perekonomian nasional.

“Selain itu, saya berharap BSI bersedia membangun kolaborasi dengan semua kelompok UMK atau kelompok petani dan nelayan. Hal ini dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan syari'ah dengan pendekatan platform digital,” imbuhnya.

Terutama pelaku agribisnis tanaman palawija seperti kedelai dan jagung. Ketergantungan terhadap produk pangan impor seperti kedelai, harus menjadi perhatian BSI.

“Hal itu karena salah satu masalah utama pengembangan industri pangan adalah akses modal petani. Harus diakui bahwa perbankan syariah masih punya kelemahan seperti model bisnis, indeks literasi dan inklusi, kuantitas dan kualitas SDM dan teknologi yang belum memadai,” jelasnya.

Sehingga, diperlukan transformasi agar jadi perbankan syariah yang berdaya saing tinggi. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar keuangan syariah hampir mencapai Rp 2.000 triliun pada Juli 2021. Nilai itu di luar saham syariah. 

Angka itu market share sebesar 10,11 persen dari total industri keuangan nasional. Sementara itu jika dilihat dari sisi industri perbankan sendiri maka angka market share-nya baru mencapai 6,59 persen.

lembaga keuangan syariah bisnis pembiayaan