Invasi Rusia atas Ukraina, harus menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia di bidang penguatan pertahanan.
Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono. (Foto: Biro Protokol dan Humas DPR RI)
”Antara lain menambah jumlah prajuritnya, modernisasi peralatan dan juga meningkatkan sumber daya prajurit kita dengan pelatihan serta menjalin kerja sama militer dengan negara-negara lain. Selain itu juga memastikan tidak ada dan jangan sampai ada kebocoran dengan kedaulatan kita,” kata anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono, Jumat (25/2).
Menurutnya, selama ini anggaran militer RI trennya memang meningkat. Akan tetapi jika dilihat dari kebutuhan dan kondisi dunia saat ini, pertahanan RI masih jauh dari kriteria memadai.
“Misalnya, jumlah pesawat tempur, kapal tempur, peralatan tempur, sistem komunikasi dan satelit yang masih jauh dari kemampuan yang memadai. Hal inilah yang harus menjadi perhatian dari pemerintah,” ujarnya.
Karenanya, pemerintah harus memastikan bahwa TNI sanggup dan siaga untuk menghadapi segala macam ancaman. Indonesia juga harus melihat ke depan soal pengembangan teknologi militernya.
“Dalam konteks Krisis Rusia-Ukraina, Indonesia juga memiliki tanggungjawab sebagai bagian dari penjaga keamanan dunia. Yakni untuk terus menyuarakan agar agresi militer dihentikan dan mengembalikan kedaulatan rakyat Ukraina,” tandasnya.
Selain itu, Indonesia juga harus menggunakan forum-forum internasional dengan jalur diplomasi, agar pertempuran Rusia-Ukraina bisa segera selesai. Indonesia juga harus mawas diri, akankah ada negara lain yang bisa melakukan hal yang sama.
Diketahui, berdasarkan Global Fire Power (GFP) 2021 daftar militer terkuat dunia, Indonesia menempati urutan 16. sementara di ASEAN, Indonesia menjadi negara dengan militer terkuat. AS, China, Rusia masih menempati tiga besar militer terkuat dunia.
Tahun 2021 belanja militer Indonesia 6,9 miliar dolar AS atau setara Rp 98 triliun. Namun, masih berada di bawah Singapura yaitu 9,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 135 triliun.