Manuver Jumhur Hidayat yang menggelar Kongres X Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dinilai abal-abal dan menodai organisasi.
Ketua Umum DPP KSPSI Yorrys Raweyai. (Foto: Winarso)
“Bukan dibatalkan. Kita harus menyesuaikan diri dengan kebijakan pemerintah sebagai bagian dari upaya bersama mencegah penularan Covid-19”, kata Ketua Umum DPP KSPSI Yorrys Raweyai dalam konperensi pers di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (21/2).
Dia menegaskan, penundaan itu sambil memperhatikan perkembangan penularan wabah Covid-19, khususnya varian Omicron. Selain itu juga menyesuaikan kebijakan pemerintah tentang PPKM level 3.
“Ratusan peserta dan panitia yang akan dihadirkan dalam Kongres X KSPSI, akan memicu kerumunan dan berpotensi pada penularan Covid-19. Kami tidak dapat menjamin suasana tersebut akan terkendali dengan baik di tengah penyebaran Omicron yang begitu cepat,” ujarnya.
Yorrys yang terpilih sebagai Ketua Umum DPP KSPSI hasil Kongres Rekonsiliasi 2014 itu menambahkan, kongres yang digelar pada 16-17 Februari lalu abal-abal dan ilegal. Kongres itu juga tidak sah, karena memanipulasi kepesertaan dan menentang kebijakan pemerintah.
“Kami telah menyiapkan sanksi sesuai AD/ART. KSPSI memiliki mekanisme sanksi, mulai peringatan hingga pemecatan dan pemberhentian. Jika dalam waktu dekat, Jumhur Hidayat dan seluruh peserta yang hadir dalam kongres abal-abal itu tidak mengklarifikasi tindakan indisiplinernya, kami akan memberikan sanksi maksimal berupa pemecatan dan pemberhentian,” tandasnya.
Kesempatan
Selaku pimpinan DPP, pihaknya juga akan membekukan organsiasi setiap jenjang dan tingkatan organisasi dari para pimpinan DPD, DPC serta SPA yang menghadiri kongres abal-abal tersebut. Pihaknya juga memberikan kesempatan kepada para pelaku tindakan indisipliner tersebut untuk kembali ke jalan yang benar.
“Tidak semua yang hadir karena pembangkangan. Sebagian karena ketidaktahuan serta manipulasi informasi dari para inisiator dan penyelenggara. Pemberian sanksi dilakukan demi menjaga citra dan dan kehormatan organisasi, agar tidak menjadi preseden buruk di masa yang akan datang,” tegasnya.
Sebelumnya, kongres yang dinilainya illegal itu diselenggarakan pada 16-17 Februari di Jakarta. Lokasi Kongres tersebut mengalami perpindahan tempat, dimana direncanakan diadakan di Cipanas, Bogor.
Akibat penolakan masyarakat atas potensi kerumunan massa, pelaksanaannya pun berpindah ke Jakarta. Gelaran kongres dilaksanakan selama kurang lebih dua jam, dan ditengarai untuk menghindari pembubaran dari Satgas Covid-19.