Seluruh stakeholder terkait diminta memperhatikan aset DKI Jakarta, jika Ibu Kota Negara (IKN) sudah dipindah ke Kalimantan.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: Biro Protokol, Humas dan Media DPD RI)
“Bagaimana nasib aset-aset negara yang ada di Jakarta? Pemerintah harus menyatakan secara terbuka dan jelas, karena saat ini masih menimbulkan kesimpangsiuran informasi di masyarakat,” kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/2).
Hal itu disampaikannya LaNyalla saat menjadi keynote speaker dalam Diskusi Interaktif Menata Jakarta Sebagai Pusat Perekonomian. Kejelasan itu penting, mengingat ada yang menyebut aset-aset tersebut bisa dibeli atau dan dimiliki oleh swasta.
“Ada juga yang bilang akan ditukar guling. Hal itu semua harus dijelaskan, supaya tidak menimbulkan polemik. Dalam Buku Saku Pemindahan IKN yang dikeluarkan Bappenas, jelas disebutkan dalam klausul sumber pembiayaan IKN salah satunya dengan pemanfaatan aset atau BMN di Jakarta,” ujarnya.
Hal itu dilakukan dengan empat skema, yaitu pertama Perubahan Peruntukan Aset, Kedua Optimalisasi Ko-efisien Lantai Bangunan, Ketiga Konsolidasi Aset dan Keempat Pemanfaatan Aset di Jakarta oleh Pihak Ketiga Potensial.
“Di dalam Buku Saku IKN dijelaskan, kalau penerapan alternatif strategi optimalisasi aset atau BMN itu dilakukan dengan mengacu kepada master plan Jakarta. yakni untuk memberikan daya tarik sekaligus kepastian rencana pengembangan ekonomi atau bisnis bagi pengusaha,” tandasnya.
Premium
Hal itu menurutnya menimbulkan pertanyaan, siapa pengusaha yang memiliki kemampuan finansial untuk membeli atau menguasai BMN di Jakarta? Sebab, semua pihak tahu, harganya sudah pasti di kelas premium.
“Ini harus jadi perhatian Bersama. Meskipun DPD RI melalui Ketua Komite I saat itu dilibatkan dalam pembahasan UU IKN, namun beberapa catatan dari DPD tidak diakomodasi,” tegasnya. Sebagai contoh adalah anggota DPD RI Teras Narang yang terlibat dalam pembahasan di fase pertama.
Dimana dalam Pandangan Akhir, DPD RI memberi delapan catatan kritis kepada pemerintah. “Dokumen tersebut dapat diakses oleh publik melalui Kesekjenan DPD RI, untuk sama-sama kita ketahui, apakah catatan kritis DPD RI diakomodasi atau tidak dalam praktek di lapangan,” ucapnya.
Yang tidak kalah penting, kata dia, adalah perlunya memikirkan new-positioning kota Jakarta dengan matang. Sebab sejak awal, Jakarta harus menentukan mau menjadi kota kelas dunia yang seperti apa.
“Apakah seperti Hong Kong, Singapura dan Tokyo yang merupakan kota keuangan. Atau kota budaya, seperti Berlin, Copenhagen, Melbourne, Munich, Oslo, Roma, Stockholm. Atau menjadi kota global baru, seperti Boston, Chicago, Madrid, Milan dan Toronto. Dan masih banyak pilihan lainnya,” tukasnya.