Untuk mendalami adanya dugaan konflik kepentingan dalam bisnis PCR, Panitia Khusus (Pansus) PCR DPD RI mengundang ekonom senior Faisal Basri dan Direktur Nagara Institute Akbar Faisal, terkait penelitian, investigasi dan informasi yang mereka miliki.
Ketua Pansus PCR DPD RI Fahira Idris. (Foto: Biro Protokol, Humas dan Media DPD RI)
Sehingga menurutnya dapat membantu kerja-kerja pansus dalam melakukan identifikasi, klarifikasi, merumuskan peta substansi persoalan dan memformulasikan rekomendasi. Khususnya terkait dugaan penyimpangan kebijakan PCR.
“Salah satu alasan DPD RI membentuk Pansus PCR adalah untuk mengonfirmasi dan mengumpulkan bukti kuatnya keyakinan publik. Yang mana menduga bahwa penyelenggaraan alat kesehatan termasuk PCR dalam praktiknya, sarat dengan konflik kepentingan,” ujarnya.
Dimana pejabat penentu kebijakan terafiliasi pada korporasi penyedia alat kesehatan. Agar isu soal PCR ini tidak menjadi bola liar, DPD RI merasa berkepentingan untuk membentuk Pansus.
“Pansus PCR DPD RI menjadi forum yang tepat untuk mendalami persoalan kebijakan PCR di Indonesia. Khususnya dari segi tarif, transparansi dan akuntabilitas serta sejauh mana keterlibatan pejabat publik dalam bisnis PCR, yang sejatinya menyangkut hajat hidup orang banyak,” tandasnya.