Penyerangan Terhadap Ulama Bisa Timbulkan Street Justice
Situasi pandemi Covid-19 yang berlarut, polarisasi pasca pilpres yang tak kunjung usai, ditambah kasus kekerasan terhadap ulama dan perusakan terhadap rumah ibadah, akan membuat masyarakat mudah curiga. Selain itu, kepercayaan kepada institusi keamanan da
Situasi pandemi Covid-19 yang berlarut, polarisasi pasca pilpres yang tak kunjung usai, ditambah kasus kekerasan terhadap ulama dan perusakan terhadap rumah ibadah, akan membuat masyarakat mudah curiga. Selain itu, kepercayaan kepada institusi keamanan da
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta. (Foto: Gelora Media Center)wowsiap.com - Situasi pandemi Covid-19 yang berlarut, polarisasi pasca pilpres yang tak kunjung usai, ditambah kasus kekerasan terhadap ulama dan perusakan terhadap rumah ibadah, akan membuat masyarakat mudah curiga. Selain itu, kepercayaan kepada institusi keamanan dan penegak hukum akan semakin melemah.
"Hal ini akan memunculkan amuk atau pengadilan jalanan (street justice) oleh masyarakat. Sebab, penjelasan dari Polri sebagai institusi negara yang berwenang, dinilai belum memadai," kata Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia Anis Matta, Rabu (30/9).
Hal itu disampaikannya dalam dalam Gelora Talks bertajuk 'Kekerasan terhadap Pemuka Agama Terus Berulang, Dimanakah Negara?' Menurutnya, saat ini saja mulai muncul potensi street justice.
Antara lain seperti imbauan beberapa ormas Islam, agar kadernya mengawal dan menjaga para ulama. Dikatakan, kekerasan terhadap para pemuka agama yang kembali marak, seperti peristiwa yang direncanakan.
Hal itu jelas bisa memperburuk suasana psikologis masyarakat (public mood). Sehingga, kasus-kasus kekerasan terhadap ulama yang terus berulang dapat menimbulkan tafsir konspirasi dan dengan mudah bisa dijadikan alat provokasi.
Sementara Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi mengatakan, respon pemerintah terhadap maraknya kekerasan dan pembunuhan terhadap ulama masih kurang memuaskan. Sebab, hampir semua pelaku kekerasan terhadap ulama dinyatakan sebagai orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).
"Dan berhenti hanya sampai pada tahap pemeriksaan polisi, jarang yang sampai ke pengadilan," sesalnya. Kondisi seperti inilah yang membuat ketidakpuasan masyarakat. Sehingga penafsiran masyarakat beragam, termasuk dikait-kaitkan dengan PKI.