Cegah Kekerasan kepada Perempuan dan Anak, Kementerian PPPA Harus Buat Terobosan

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), membuat terobosan.

Cegah Kekerasan kepada Perempuan dan Anak, Kementerian PPPA Harus Buat Terobosan

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. (Foto: mpr.go.id)

Wowsiap.com - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), membuat terobosan. Hal itu guna mencegah dan mengatasi masalah kekerasan dan kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.

“Salah satunya dengan melakukan kebijakan intervensi penguatan institusi keluarga. Sesuai laporan Ibu Menteri PPPA, pada 2021 Kemen PPPA melakukan 33 intervensi dan bekerjasama dengan LSM. Hal itu guna menurunkan angka kekerasan pada perempuan dan anak,” katanya, Jumat (21/1).

Tapi berdasar laporan Simfoni PPPA, justru pada tahun 2021 terjadi lonjakan kenaikan kasus kekerasan pada perempuan dan anak sebesar 23 persen. Tahun 2020 yang dilaporkan terjadi 20.505 kasus, naik menjadi 25.227 kasus pada 2021.

“Kenaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak itu menandakan intervensi dan kerjasama Kemen PPPA dengan LSM belum berhasil. Sudah seharusnya bila Kemen PPPA membuat terobosan yang serius dan memungkinkan,” ujarnya.

Yaitu penguatan institusi keluarga. Sesuai budaya sosial Indonesia yang religius, kata dia, maka institusi keluarga sangat efektif membentuk karakter yang kuat dan membentengi perempuan serta anak dari kekerasan yang bisa terjadi di luar rumah.

“Institusi keluarga menjadi faktor penting yang dipedulikan dan dikuatkan oleh Kemen PPPA. Pendekatan melalui institusi keluarga menjadi penting, lantaran jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak justru meningkat sebesar 23 persen pada tahun 2021,” tandasnya.

Tidak Cukup
Artinya, memang tidak cukup pendekatan sekedar melalui aspek eksternal dari perempuan dan anak. Namun perlu juga diperhatikan aspek internal, yakni institusi keluarga.

“Tempat mereka bersama tumbuh dan menjalin hubungan saling melindungi dan saling menyayangi. Dan yang bisa memberikan imunitas agar perempuan dan anak-anak bisa membentengi dan menyelamatkan diri dari kemungkinan terjadinya kejahatan maupun kekerasan,” tegasnya.

Agar program strategis pemberdayaan keluarga mengatasi kekerasan pada perempuan dan anak terlaksana dengan efektif dan berhasil, lanjutnya, dia kembali mendukung peningkatan anggaran dan penguatan kelembagaan dari Kemen PPPA. Dia justru menyayangkan alokasi anggaran Kemen PPPA tahun 2022, yang berkurang dibandingkan tahun 2021.

“Padahal tantangannya makin banyak. Apalagi - sekalipun ditolak oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera - DPR baru saja menyetujui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai RUU Inisiatif DPR. Tentu akan semakin banyak cakupan yang harus diperhatikan oleh Kemen PPPA dengan hadirnya RUU tersebut,” ucapnya.

Karenanya, dia mengusulkan agar anggaran dan kewenangan Kemen PPPA diperkuat. Karena peran strategis kementerian itu dalam menjaga perempuan dan anak sebagai aktor penting dan utama untuk masa depan bangsa Indonesia.

Namun Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini justru menemukan adanya perbedaan data terkait anak yatim/piatu korban Covid-19 antara Kemen PPPA dengan Kementerian Sosial. Dimana Kemen PPPA mencatat jumlah anak yatim/piatu korban Covid-19 sebanyak 33.714 anak, namun Kemensos mencatat hanya sebanyak 30.000 anak.

“Perbedaan data ini adalah contoh bahwa fungsi koordinasi dari Kemen PPPA masih harus ditingkatkan. Karena Kemensos sudah sepakat dengan Komisi VIII, bahwa mulai tahun 2022 akan diberikan bantuan sosial khusus untuk anak yatim/piatu. Apalagi yang menjadi yatim/piatu akibat Covid-19,” sesalnya.

Ditegaskan, akurasi pendataan sangat diperlukan. Hal itu agar tak mendhalimi anak yatim/piatu, agar tujuan dari program ini dapat diwujudkan.

terobosan perempuan anak kekerasan keluarga