Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin mengingatkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK RI) untuk tidak lagi mengobral izin pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin. (Foto: Humas DPD RI)
“Hal itu tidak seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Jangan hanya karena pertimbangan meraup dolar, lalu kita seenaknya mengobral izin usaha pemanfaatan hutan yang akan berujung pada praktek deforestasi,” katanya Jum'at (10/12).
Menurutnya, di era perubahan iklim, pola pengelolaan kawasan hutan dengan pendekatan industri dan mekanisasi dalam mengeksploitasi hasil hutan, adalah bentuk kegagapan negara. Khususnya dalam memahami prinsip dari hasil kesepakatan dari setiap rangkaian KTT iklim selama ini.
“Dan Ini membuktikan, Indonesia belum siap untuk berdiri sejajar dengan negara-negara maju. Meskipun batasan batas minimal 30 persen hutan telah dihapus oleh UU Cipta Kerja, segala bentuk eksploitasi hutan harusnya tidak menjadi pilihan pendekatan pemulihan ekonomi nasional oleh pemerintah,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia sangat memahami bahwa telah terjadi peningkatan kinerja produksi dan ekspor produk kehutanan selama pandemic. Namun, lanjutnya, keberadaan industri kehutanan rasanya sudah tidak relavan untuk saat ini.
“Kita sudah merasakan dampak ekologisnya. Deforestrasi bertanggungjawab atas hampir semua peristiwa bencana banjir dan tanah longsor, yang menimpa banyak kawasan pemukiman penduduk di beberapa daerah selama ini. Dan setiap bentuk perizinan atas pemanfaatan kawasan hutan, adalah awal dari tindakan deforestrasi yang menjadi musuh global di era perubahan iklim,” tandasnya.
Lebih lanjut, Sultan yang pernah menjadi pembicara dalam COP26 Glassgow itu mengingatkan kembali tentang komitmen pemerintah Indonesia di setiap forum KTT Perubahan Iklim. Yakni, kehutanan dan pemanfaatan lahan adalah sektor yang paling signifikan dalam pengendalian perubahan iklim.
“Indonesia juga berjanji akan melanjutkan kebijakan moratorium perizinan pada hutan primer dan lahan gambut pada KTT Paris 2015 lalu,” tegasnya. Seperti diketahui, Menteri LHK Siti Nurbaya mengingatkan kepada para pelaku usaha di sektor kehutanan agar tidak risau soal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
Apalagi, kata Siti, setelah terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang Undang No.11/2020 Cipta Kerja (UUCK). Menurut dia, Presiden Jokowi Widodo sudah memastikan UU Ciptaker tetap berlaku walau ada putusan MK yang menyebut inkonstitusional.