Kegagalan berulang DPD RI saat mengajukan judicial review terkait persoalan presidential threshold (PT), disebabkan karena terus mengangkat persoalan yang sama.
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis dalam Dialog Kebangsaan bertema Presidential Threshold di Lobi Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (8/12). (Foto: Susilo)
“Sediakan ahli untuk maju dari DPD RI dan akademisi dan mobilisasi rakyat yang juga sepaham dengan hal tersebut. Saya juga menyarankan DPD RI satu suara, kemudian lakukan konferensi nasional untuk mendiskusikan ini dan didukung oleh pers,” katanya dalam Dialog Kebangsaan bertema Presidential Threshold di Lobi Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (8/12).
Menurutnya, pers memiliki pengaruh dan bisa memperbesar spektrum dari isu yang diangkat. Melalui jurnalisme, kata dia, dirinya yakin mampu mendorong persoalan tersebut.
“Sehingga orang mengetahui bahwa DPD RI bersama rakyat mengusung kepentingan rakyat terkait PT,” ujarnya. Sementara Wakil Ketua Kelompok DPD di MPR Fahira Idris mengatakan, akan mendorong judicial review terhadap Pasal 22 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia mengatakan, pasal tersebut mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen. “PT 20 persen dianggap menghalangi munculnya tokoh potensial alternatif di luar partai politik untuk menjadi pilihan bagi rakyat,” ujarnya.
Menurutnya, resonansi yang ada di masyarakat dan media saat ini sudah sangat keras terhadap PT. Sehingga, DPD RI akan terus berjuang agar PT dapat dihilangkan.