Pengeboran Lepas Pantai Perlu Terus Dilakukan
Kegiatan pengeboran lepas pantai di Landas Kontinen Indonesia yang berada di Natuna Utara, perlu terus dilakukan.
Kegiatan pengeboran lepas pantai di Landas Kontinen Indonesia yang berada di Natuna Utara, perlu terus dilakukan.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. (Foto: Istimewa)
Wowsiap.com - Kegiatan pengeboran lepas pantai di Landas Kontinen Indonesia yang berada di Natuna Utara, perlu terus dilakukan. Bahkan, perlu mendapat pengamanan dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI bila ada gangguan dari Coast Guard China.
"Kegiatan pengeboran yang dilakukan Imdonesia saat ini telah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo kepada Menteri ESDM saat rapat di KRI Imam Bonjol pada tahun 2016," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Jumat (3/12).
Saat itu, Presiden meminta agar perkembangan ekonomi di wilayah Kepulauan Natuna dan sekitarnya dikembangkan. Terutama untuk dua hal, yaitu perikanan dan migas. Karenanya, Hikmahanto melihat ada tiga alasan mengapa China melayangkan protes.
"Pertama, karena dalam perspektif China, pengeboran yang dilakukan berada di wilayah yang diklaim oleh China berdasarkan sembilan garis putus. Kedua, protes dilakukan sebagai prosedur standar, agar China tidak dikesankan melepaskan klaimnya atas wilayah. Dimana Indonesia melakukan pengeboran yang menurut China masuk dalam sembilan garis putus," jelasnya.
Hal itu mengingat kini klaim Landas Kontinen oleh Indonesia, tidak sekedar hanya klaim diatas peta. Melainkan telah diwujudkan secara nyata. Bila China tidak melakukan protes, lanjutnya, maka secara hukum internasional berarti China mengakui wilayah tempat pengeboran sebagai Landas Kontinen Indonesia.
"Alasan terakhir, China melakukan protes agar di dalam negeri otoritas yang berwenang dinilai akuntabel di mata para pemangku kepentingan, termasuk rakyatnya. Otoritas ingin menunjukkan telah benar-benar menjalankan fungsinya dalam mengamankan klaim sembilan garis putus," ucapnya.
Padahal, lanjutnya, perspektif China tersebut tentu bertolak belakang dengan perspektif Indonesia.