UU Ciptaker Selalu Mengarah Pada Liberalisasi Pangan
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menegaskan, pasal-pasal dalam Undang Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, selalu mengarah kepada liberalisasi pangan.
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menegaskan, pasal-pasal dalam Undang Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, selalu mengarah kepada liberalisasi pangan.
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan. (Foto: Istimewa)
Wowsiap.com - Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menegaskan, pasal-pasal dalam Undang Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, selalu mengarah kepada liberalisasi pangan. Hal itu menurutnya jelas bertentangan dengan konstitusi.
“Maka perbaikannya ke depan harus difokuskan agar memiliki keberpihakan terhadap kedaulatan pangan nasional. UU Cipta Kerja juga tidak berpihak kepada produksi pangan nasional dan juga tidak berpihak pada kepentingan petani,” katanya, Jumat (26/11).
Oleh karenanya, dia menegaskan agar poin perbaikan omnibus law tersebut dapat menunjukkan keberpihakan kepada produksi dalam negeri. Yakni dengan adanya larangan mengimpor pangan secara tegas, ketika konsumsi dan cadangan pangan dalam negeri masih mencukupi.
Seperti diketahui, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan dilakukannya perbaikan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam jangka waktu paling lama dua tahun dan apabila tidak dilakukan perbaikan maka UU tersebut menjadi inkonstitusional secara permanen.
Dikatakan, berlimpahnya bahan pangan dalam negeri akibat masuknya impor pangan, akan membuat petani semakin terpuruk. Karena itu, muatan perbaikan yang harus ada dalam omnibus law terkait pangan adalah mengenai strategi perlindungan petani.
“Dimana pemerintah harus memberikan prioritas membantu petani dalam penyediaan prasarana dan sarana produksi pertanian. Selain itu juga memberi kepastian usaha dan membuat kebijakan harga komoditas pertanian yang menguntungkan petani serta memberikan ganti rugi gagal panen dan memperkuat asuransi pertanian,” ujarnya.
Impor
Johan menilai, muatan dalam UU Cipta Kerja telah mendorong peningkatan laju impor pangan. Sehingga membanjiri pasar pangan domestik dan telah berdampak membuat petani terpuruk dan tidak berpihak pada pertanian nasional.
“Putusan MK ini memiliki makna bahwa hal tersebut telah melanggar konstitusi, karena menimbulkan korban dari masyarakat petani. Selain itu juga menciderai kedaulatan pangan nasional,” tandasnya.
Omnibus law juga telah menghapus tujuh UU terkait dengan sektor pangan dan investasi sektor pertanian. Bahkan telah melegalkan alih fungsi lahan budidaya pertanian untuk kepentingan umum dan atau proyek strategis nasional.
“Namun saya lebih prihatin, ternyata pangan dan kawasan pertanian rakyat tidak menjadi bagian dari kepentingan umum ataupun isu strategis nasional,” tegasnya. Karenanya, dia setuju jika harus segera dilakukan perbaikan muatan dan sasaran dari UU Cipta Kerja.
Karena sejak awal dirinya menegaskan telah menolak muatan dari omnibus law yang terlalu mengedepankan pertumbuhan ekonomi berbasis lahan, yang diperuntukkan bagi pelaku usaha skala besar. Dia juga menilai, omnibus law telah memicu terjadinya laju konversi dari pertanian ke non pertanian secara signifikan. “Dan hal ini telah mengancam ketahanan pangan nasional,” tukasnya.