Presidential Threshold Perlemah Sistem Demokrasi

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai, sistem presidential threshold (PT) yang awalnya dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensil dan demokrasi, namun yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.

Presidential Threshold Perlemah Sistem Demokrasi

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai, sistem presidential threshold (PT) yang awalnya dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensil dan demokrasi, namun yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: Humas DPD RI)
Wowsiap.com - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai, sistem presidential threshold (PT) yang awalnya dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensil dan demokrasi, namun yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Bahkan, PT justru memperlemah mekanisme check and balance.

“Kalau dalilnya adalah untuk memperkuat sistem presidensil agar presiden terpilih punya dukungan kuat di parlemen, justru malah membuat mekanisme check and balance menjadi lemah,” katanya dalam Simposium Politik: Terbunuhnya Sistem Demokrasi Akibat Presidential Threshold dan Kepentingan Partai Politik yang diselenggarakan UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Sabtu (20/11).

Dia mengatakan, partai politik besar dan gabungan partai politik menjadi pendukung presiden terpilih. Sehingga yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan parpol melalui fraksi di DPR menjadi legitimator kebijakan pemerintah. “Termasuk secepat kilat menyetujui apapun kebijakan pemerintah. Juga pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti UU atau calon-calon pejabat negara yang dikehendaki pemerintah,” ujarnya.

Jika ditimbang dari sisi manfaat dan mudarat-nya, PT penuh dengan mudarat. Karena, ambang batas pencalonan presiden menyumbang polarisasi tajam di masyarakat. Hal itu akibat minimnya jumlah calon, terutama dalam dua kali pilpres.

“Dimana hanya ada dua pasang calon yang head to head. Bagaimana kita melihat pembelahan yang terjadi di masyarakat. Antar kelompok berseteru dan selalu melakukan antitesa atas output pesan yang dihasilkan. Baik dalam bentuk kalimat verbal, maupun simbol dan aksi,” tandasnya.

Puncaknya, kata dia, anak bangsa ini secara tidak sadar membenturkan vis-à-vis Pancasila dengan Islam. Hanya karena semangat melakukan apapun yang bersifat antitesa, untuk menjelaskan identitas dan posisi.

Padahal, tidak satupun tesis yang bisa menjelaskan pertentangan antara Pancasila dengan Islam. Bangsa ini juga disuguhi kegaduhan nasional. Sesama anak bangsa saling melakukan persekusi dan saling melaporkan ke ranah hukum.

“Seolah tidak ada lagi ruang dialog dan tukar pikiran. Belum lagi tradisi bar-bar seperti sweeping bendera, sweeping forum diskusi dan lain-lain, yang sama sekali tidak mencerminkan kehidupan di negara demokrasi,” tegasnya.

DIkatakan, inilah dampak buruk penerapan ambang batas pencalonan presiden, atau dalam kasus tertentu juga terjadi di ajang pemilihan kepala daerah. Dimana rakyat dihadapkan hanya kepada dua pilihan.