Permendikbud Ristek Lampaui Kewenangan

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi, dinilai tidak tertib materi muatan.

Permendikbud Ristek Lampaui Kewenangan

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi, dinilai tidak tertib materi muatan.

Wakil Ketua Bidang Hukum, HAM dan Advokasi DPN Partai Gelombang Rakyat Indonesia Tina Tamher. (Foto: Gelora Media Center)
Wowsiap.com - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi, dinilai tidak tertib materi muatan. Dimana terdapat dua kesalahan materi muatan, yang mencerminkan adanya pengaturan yang melampaui kewenangan.

"Yang pertama, Permendikbud Ristek mengatur materi muatan, yang seharusnya diatur dalam level Undang-undang. Antara lain seperti mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional," kata Wakil Ketua Bidang Hukum, HAM dan Advokasi DPN Partai Gelombang Rakyat Indonesia Tina Tamher, Selasa (16/11).

Adapun yang kedua, Permendikbud Ristek mengatur norma yang bersifat terlalu rigid dan mengurangi otonomi kelembagaan perguruan tinggi (Vide Pasal 62 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi). Yakni melalui pembentukan 'Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual' (Vide Pasal 23 Permendikbudristek No 30 Tahun 2021).

Pembuatan peraturan menteri itu, lanjut Tina, seharusnya mengacu pada hukum diatasnya. Pembuatan UU dan peraturan-peraturan lainnya pun harus menjunjung tinggi nilai moralitas.

"Karena itu diatas hukum. Jadi ketika hukum bertentangan dengan moral, maka hukum kehilangan legalitasnya," ujarnya. Hingga kini gelombang protes berbagai pihak terhadap Permendikbud Ristek terus bermunculan.

Mulai Majelis Ulama Indonesia (MUI), PP Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), para aktivis perempuan dan kelompok masyarakat lainnya.