Pemerintah Didesak Selesaikan Masalah Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer
Panitia Khusus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI mendesak pemerintah mengeluarkan langkah nyata terkait penyelesaian masalah guru-guru dan tenaga pendidik honorer.
Panitia Khusus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI mendesak pemerintah mengeluarkan langkah nyata terkait penyelesaian masalah guru-guru dan tenaga pendidik honorer.
Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI Tamsil Linrung. (Foto: Humas DPD RI).
Wowsiap.com - Panitia Khusus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI mendesak pemerintah mengeluarkan langkah nyata terkait penyelesaian masalah guru-guru dan tenaga pendidik honorer. Karena selama ini, permasalahan guru honorer - mulai dari tunjangan, hak, ataupun pengangkatan - belum terselesaikan.
“Tunda dulu pembangunan infrastruktur, berhentikan dulu menambah anggaran APBN untuk kereta api cepat. Berhenti menyebut-nyebut dulu tentang pemindahan Ibu Kota Negara. Prioritaskan persoalan guru dan tenaga pendidik honorer dan perlu kita sikapi secara bersama,” kata Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI, Tamsil Linrung.
Hal itu disampaikanya dalam rapat yang dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro, Kepala BKN RI Bima Haria Wibisana, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB dan Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata.
Persoalan lain yang dihadapi tenaga pendidik honorer, lanjut Tamsil, adalah penataan dan pemberian kepastian hukum. Menurutnya tenaga pendidik honorer belum memperoleh kepastian hukum.
Padahal, salah satu alasan dilakukannya perubahan UU ASN adalah adanya perlakuan yang tidak adil terhadap tenaga honorer. Komnas HAM telah menyampaikan pendapat bahwa negara sesungguhnya berpotensi melakukan pelanggaran HAM atas pembiaran terhadap guru-guru honorer.
Karena tidak mendapatkan kepastian sebagaimana janji negara untuk mengangkatnya sebagai ASN. Sementara terkait dengan permasalahan anggaran dalam pengangkatan guru honorer, anggota DPD RI Novita Anakotta mengatakan, di UU APBN Pasal 11 ayat 21, telah diatur terkait 25 persen alokasi APBN untuk pemulihan ekonomi dan pengembangan SDM dengan nilai kurang lebih Rp 19,6 triliun.
“Tetapi pemerintah justru lebih memprioritaskan agenda-agenda yang lain dengan nilai anggaran yang jauh lebih besar. Kereta api cepat dialokasikan Rp 27,7 triliun, penyertaan modal BUMN Rp 55 triliun, infrastruktur Rp 417 triliun. Berarti ini angka yang sangat kecil untuk seseorang yang berprofesi menghasilkan SDM yang kompeten,” sesalnya.