Perpres Lebih Tepat Atur PPKM Dibandingkan Inmendagri

Peraturan Presiden (Perpres) dinilai lebih tepat dan mengikat untuk mengatur Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.

Perpres Lebih Tepat Atur PPKM Dibandingkan Inmendagri

Peraturan Presiden (Perpres) dinilai lebih tepat dan mengikat untuk mengatur Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah. (Foto: Andri)
Wowsiap.com – Peraturan Presiden (Perpres) dinilai lebih tepat dan mengikat untuk mengatur Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Perpres juga dinilai lebih cepat dibuat dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah (PP), yang harus melibatkan pembahasan antar kementerian.

“Penerbitan Perpres lebih praktis dan menghindarkan perdebatan di masyarakat,” kata pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah dalam diskusi Forum Legislasi bertema Menyoal Aturan Penumpang Pesawat Wajib PCR di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (26/10).

Dia mencontohkan adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3, Level 2 dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali, yang hingga sekarang masih menimbulkan perdebatan di kalangan ahli hukum tata negara. Dimana, Inmendagri seharusnya hanya berlaku internal dan tidak mengikat pihak luar, karena terlalu lemah.

Demikian pula dengan surat edaran (SE), yang sifatnya hanya menginformasikan tentang sesuatu hal. Namun anehnya, SE justru digunakan untuk mengatur sejumlah hal, seperti larangan mudik dan kewajiban telah vaksin untuk mengakses transportasi publik.

“Seharusnya, semua itu diatur oleh Perpres dan menjadi tanggung jawab Presiden. Dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, tanggung jawab ada pada negara yang dalam hal ini adalah Presiden. Termasuk saat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun PPKM,” ujarnya.

Meski demikian, dia mengaku tidak tahu UU apa yang menjadi rujukan pemberlakukan PPKM. Sedangkan PSBB diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020. Oleh karena itu, dia menganggap akan lebih bijak bila kewajiban mengikuti tes PCR bagi calon penumpang pesawat terbang dihapus.

Namun bila tidak dihapus, sebaiknya diberlakukan untuk semua moda transportasi. Hanya saja, harganya harus terjangkau oleh masyarakat. Sebagai contoh, bila harga tes PCR di India hanya Rp 98 ribu, seharusnya di Indonesia juga bisa.