Tuberkulosis atau TBC

Untuk Kesembuhan Pasien TB RO, Perawat Ini Lakukan Pendekatan Persuasif dan Kuatkan Motivasi

Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Untuk Kesembuhan Pasien TB RO, Perawat Ini Lakukan Pendekatan Persuasif dan Kuatkan Motivasi

Pembentukan kader kesehatan TB oleh Fitriani

Wowsiap.com - Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang paru-paru, namun tidak jarang pula bakteri dapat memengaruhi organ tubuh lainnya.

TB juga dikenal dengan penyakit yang menular. "TB itu bisa disembuhkan?," tanya wowsiap.com kepada perawat Puskesmas Kelurahan Duri Kosambi II, Cengkareng, Jakarta Barat, pada Rabu (13/7/2022). 

Perawat itu Fitriani. Ibu dua anak ini berikhtiar membantu pasien  Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB MDR) atau TB RO (TB Resisten Obat) agar tetap kuat dan optimistis sembuh.

Banyak yang masih mengira bahwa penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Namun faktanya, penyakit ini bisa sembuh. Kuncinya jangan mangkir alias disiplin minum obat serta rutin kontrol sesuai waktu yang dianjurkan dokter untuk melihat kemajuan pengobatan.

"Pasien TB RO sangat-sangat bisa disembuhkan. Sebelum bicara penyembuhan, untuk membuat pasien TB RO sembuh hal paling penting adalah memiliki tim work. Bersinergi, terjalin kerja sama yang solid antar beberapa pihak, yaitu nakes dan kader kesehatan TB dibantu oleh keluarga pasien," ungkap perempuan yang mendapat sarjana keperawatan 2016-2017.

Fitriani mengungkapkan, aktif masif (penemuan TB secara aktif di masyarakat), yakni kerja sama yang bersinergi antara  pasien, keluarga pasien, kader dan nakes itulah yang nantinya menghasilkan penyembuhan pasien TB RO. 

"Sebagai seorang nakes program TB, kita sangat membutuhkan peran kader. Bekerja sama  melakukan investigasi kontak serumah dan kontak erat pasien. Selain mengobati, pasien TB RO, kita kemungkinan mendapat suspect, orang yang diduga kuat tertular TB dari pasien yang sedang menjalani pengobatan. Semua orang yang berada di sekitar pasien, kita skrining dan bila ada gejala cek dahak. Kalau hasilnya positif, itulah penemuan baru dari investigasi kontak kita. Itulah poin yang harus di garisbawahi, yakni memutus rantai penularan," Fitri menerangkan. 

"Selain aktif masif, ada pasif intensif (temuan pasien datang).Kita menemukan kasus karena pasien datang langsung ke rumah sakit atau puskesmas. Dia datang mengeluh sakit, besoknya disuruh datang  berobat. Pasiennya cek dahak," sambungnya. 

Ihwal menemukan kasus baru atau suspect TB RO saat investigasi kontak itulah menjadi cambukan Fitriani ke depan semakin memiliki rasa untuk sebisa mungkin atau sekuat tenaga untuk penyembuhan pasien. 

Terkadang dalam perjalanan menuju penyembuhan, dikisahkan Fitriani, dirinya dan kader menemukan beragam karakter. Ada pasien yang menuruti instruksinya, ada pula yang tidak. 

Firtriani mengenang, kemudian mengisahkan seorang pasien TB yang ditanganinya agak sulit dinasehati. 

"Ada pasien TB berprofesi seorang guru, beinisial B. Bahkan istrinya bilang kalau obat yang harus diminum suaminya tidak ada reaksi terhadap perkembangan menuju penyembuhan. Hingga akhirnya dia menhilang lagi minum obat. Padahal sudah dua bulan menjalaninya. Di bulan ketiga malah mangkir," kenang Fitriani. 

Tak putus asa, Fitriani mempunyai ide agar si B mau secara teratur minum obat. 

"Saya nasehati dia supaya minum obat teratur. Coba bayangin deh, dia guru dan di situ ada ratusan murid. Ini sama saja menambah pekerjaan saya jika semuanya (murid) tertular. Belum lagi di rumah dia, ada istri dan anak-anaknya. Belum lagi tetangga-tetangganya," ucap perempuan yang mendapat profesi perawat tahun 2018 itu. 

Karena sulit dinasehati, dua tahun lamanya si B menjalani pengobatan yang seharusnya hanya sembilan bulan jika teratur minum obat. Si B dinyatakan sembuh dari RSUD Kalideres dan Puskesmas Kecamatan Cengkareng

"Semua pasien yang kebetulan saya tangani dibantu kader, pokoknya harus saya pastikan jika semua obat habis diminum. Nah ini lagi yang saya jumpai, ada juga pasien yang pura-pura  minum obat padahal tidak. Saya tahu kalau obat tidak diminum. Obat itu malah disembunyikan di bawah lidah. Saya bilang jangan main main sama saya kalau soal TB," ucap Fitri yang juga mengatakan akan melakukan tindakan ekstra keras kepada pasien-pasien "nakal".

"Ada dua hal, kita tarik (berupaya untuk menyembuhkan) tapi pasiennya menarik diri. Bagi saya, itu pilihan dia," ucapnya. 

Bagi Fitriani, kelakuan pasien si B tidak membuatnya bersedih namun paling berkesan sepanjang dirinya melakukan penanganan pasien TB RO. Sebab meski tak nurut, namun pada akhirnya nurut dan si B sembuh dari TB. 

"Ada pasien TB RO yang juga saya tangani. Dia teratur sekali minum obatnya. Namun dia meninggal dalam proses penyembuhan karena adanya komplikasi penyakit lain," kata Fitriani yang menyebut sangat menyesalinya. 

Namun detik itu juga Fitriani sepakat dengan dirinya bahwa kematiannya adalah sudah suratan takdir. 

Contoh kisah pasien TB RO di atas merupakan pengalaman Fitriani saat masih menjadi perawat di Puskesmas Kecamatan Cengkareng sejak 2015 sampai Maret 2020. Saat itu dia memiliki puluhan pasien TB RO dan puluhan kader kesehatan TB yang solid. 

Kini Fitriani adalah perawat Puskesmas Kelurahan Duri Kosambi II, Di tempat barunya, dia memegang prinsip yang sama ketika masih bertugas di Puskesmas Kecamatan Cengkareng, aktif masif, yaitu masukan lebih supect TB  dengan cara investigasi kontak. 

"Ada hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan TB sepanjang  yang saya alami, yaitu fokus ditemukan aktif masif dan. bersinergi dengan kader TB dengan melakukan investigasi kontak serumah dan kontak erat.  Dan jangan lupa tentang pentingnya pencatatan dan pelaporan," kata Fitri mengingatkan. 

Di akhir bincang-bincang, Fitriani memberikan saran kepada pasien TB RO agar tak mangkir alias disiplin obat. 

"Setiap habis diberikan obat ditanyakan dan diperhatikan efek samping obatnya.  Dan dilakukan brefing tentang motivasi tujuan apa yang membuat mereka ingin sembuh dari penyakitnya," demikian motifasi Fitriani untuk pasien TB RO yang sedang berjuang untuk sembuh.

Lamanya waktu pengobatan TB RO selama sembilan bulan, jumlah obat yang harus dikonsumsi banyak dan adanya efek samping yang timbul setelah konsumsi obat menyebabkan pentingnya peranan pendampingan terhadap pasien TB-RO untuk menunjang kesembuhan.

"Karena itu diperlukan pendekatan persuasif, ini yang terpenting. Anggap mereka sebagai teman untuk bicara. Jadi buatlah mereka senyaman mungkin. Itu kekuatannya sebenarnya," kata perempuan yang mengawali tugasnya di Poli Umum tahun 2001-2009, dan selanjutnya ditempatkan di Poli Paru. 

Menangani pasien TB, kata Fitriani, hendaknya ada komitmen antara nakes (dokter, perawat) dan pasien untuk berobat secara teratur. Membuat komitmen  DOTS (Directly observasi treatment short) yaitu pengobatan TB jangka pendek kepada pasiennya sebagai penguatan kerja sama klinik setempat dalam jejaring eksternal. 

"Karena pengobatan TB yang membutuhkan keteraturan hingga pasien dinyatakan sembuh juga diperlukan koordinasi lintas sektor (lintor) dalam penanganan TB. 
Pemberian susu kepada pasien juga kita berikan dan ketersediaan obat yang memadai," pungkas Fitriani. 

Berita terkini Tuberkulosis TB TBC penyakit bakteri Mycobacterium tuberculosis Fitriani perawat puskesmas kelurahan duri kosambi II puskesmas kecamatan Cengkareng RSUD Kalideres pasien TB RO Kader kesehatan kader TB MDR