Papeda panas lengkap dengan lauk ikan kuah kuning (Foto : Istimewa)
Sedangkan papeda bungkus, proses permbuatannya kurang lebih sama dengan papeda panas. Bedanya, sesuai dengan namanya, maka papeda ini dibungkus menggunakan daun fotofe atau forofe (sejenis daun pisang). Setelah didiamkan hingga dingin, papeda bungkus baru dapat dinikmati.
Tapi siapa sangka, ternyata ikon kuliner Papua ini merupakan kuliner tertua di Bumi Cendrawasih. Studi yang dilakukan peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, mengungkapkan bahwa cikal bakal papeda sudah ada sejak zaman prasejarah, sekitar 3.000 tahun yang lalu.
Hal ini berdasarkan temuan gerabah dan alat batu tokok sagu di situs arkeologi kawasan Danau Sentani. Temuan ini menunjukkan jika penggunaan gerabah sebagai alat masak sudah dikenal masa itu, terutama di pesisir utara dan pulau-pulau di lepas pantai Papua.
Seperti diketahui, pati sagu merupakan bahan utama papeda, dan pohon sagu ini hanya hanya tumbuh di dataran rendah Papua. Karena itu, hingga saat ini budaya kuliner papeda hanya dikenal di pesisir utara Papua, pesisir Kepala Burung Papua dan pulau-pulau lepas pantai Papua. Papeda tidak dikenal di wilayah pegunungan Papua dan pesisir selatan Papua.(*)