Tanggal Belum Disepakati, Pemilu 2024 Lebih Kompleks
wowsiap.com - Anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid menegaskan, Pemilihan Umum Presiden, Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024 harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Hal itu karena situasi dan kondisi Pemilu 2024 berbeda dengan sebelu
wowsiap.com - Anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid menegaskan, Pemilihan Umum Presiden, Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024 harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Hal itu karena situasi dan kondisi Pemilu 2024 berbeda dengan sebelu
Anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid. (Foto: Koordinatoriat Wartawan Parlemen/Winarso)
wowsiap.com - Anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid menegaskan, Pemilihan Umum Presiden, Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Kepala Daerah 2024 harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Hal itu karena situasi dan kondisi Pemilu 2024 berbeda dengan sebelumnya.
“Pemilu 2004 memiliki tiga rasa, dimana ada rasa pandemi, ada rasa krisis resesi dan ada rasa suksesi. Sehingga, persiapannya tidak boleh sama dengan pemilu yang sudah-sudah,” katanya di Media Center DPR RI, Kamis (7/10). Hal itu disampaikannya dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema Pemilu Serentak: Cobaan Demokrasi?
Menurutnya, Komisi II sangat berhati-hati karena kompleksnya persoalan 2024. Pihaknya dengan Komisi Pemilihan Umum juga setuju bila pilpres dan pileg diselenggarakan pada 21 Februari. “Namun pemerintah menentukan 15 Mei. Sehingga kami konsinyering untuk coba memadukan dua usulan tersebut. Sampai hari ini, kami belum sampai pada satu titik, kapan seharusnya pemilu digelar,” tuturnya.
Dikatakan, pada November 2024 bangsa Indonesia akan menghadapi pilkada. Sehingga, KPU harus memiliki waktu untuk bisa mendesain pilkada. Sehingga irisan tahapan-tahapan pilkada dan pemilu tidak berada pada posisi pada tahapan krusial.
“Contoh, belum sempat ditetapkan hasil pemilu, kita sudah masuk tahapan pilkada. Pertanyaannya, manakah yang mau dijadikan tiket untuk mendaftar pasangan calon dalam pilkada? Apakah Pemilu 2024 atau Pemilu 2019,” tandasnya.
Selain itu, tahapan yang krusial tersebut sangat berbahaya. Hal tersebut karena penyelenggara yang sama melaksanakan dua kegiatan. Dimana panitia ad hoc pemilu juga akan melaksanakan tahapan pilkada.
“Kita bisa bayangkan, pada tahun 2019 hanya pemilu yang dilaksanakan. Namun banyak yang kelelahan dan akhirnya meninggal. Bagaimana kalau pada saat bersamaan sibuk untuk mengatur rekapitulasi suara? Ini tentu rawan sehingga, sehingga harus ada solusi supaya tidak terlalu beririsan pada hal-hal yang krusial,” tegasnya.