Pengalaman Korea Selatan menjadi pelajaran besar bagi Indonesia, yang saat ini juga sedang berjuang membangun dan memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo tengah mengamati maket pembangunan calon Ibu Kota Korea Selatan di Sejong. (Bagian Pemberitaan MPR RI)
“Butuh komitmen dan konsistensi bersama, khususnya dari satu periode pemerintahan ke pemerintahan penggantinya,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Sejong, Korea Selatan, Jumat (6/5).
Ketua Indonesian Korea Network (IKN) itu menuturkan, Korsel memiliki sejarah panjang dalam memindahkan Ibu Kota Administratif dari Seoul ke Sejong. Ide awal pembangunan dan pemindahan Ibu Kota dari Seoul ke Sejong diawali pada tahun 2002, oleh calon Presiden Roh Moo-hyun di tengah Pemilu Presiden ke-16.
“Beberapa alasannya adalah untuk memperluas pemerataan pembangunan di Korsel serta mengurai kepadatan penduduk. Selain itu, Seoul dinilai terlalu dekat dengan Korea Utara, yang berjarak sekitar 40 Km dari perbatasan,” ujarnya.
Sehingga terancam sangat mudah diserang. Kemudian saat terpilih memimpin Korea, Presiden Roh Moo-hyun secara serius mewujudkan idenya tersebut.
“Selama memimpin Korsel sejak 25 Februari 2003 sampai 24 Februari 2008, Presiden Roh Moo-hyun senantiasa berusaha mewujudkan janji kampanyenya untuk memindahkan Ibu Kota dari Seoul. Jalan yang dilalui tidak mudah, karena harus menghadapi penolakan dari oposisi pemerintahan,” tandasnya.
Inkonstitusional
Bahkan pada tahun 2004, Undang-Undang Khusus tentang Pembentukan Ibu Kota Administratif Baru untuk merelokasi Seoul sebagai ibu kota Republik Korea, sampai dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi Korea. selain menghadapi penolakan pemindahan Ibu Kota, Presiden Roh Moo-hyun juga harus menghadapi berbagai masalah politik di dalam negeri.
“Namun ide awal pemindahan Ibu Kota Korsel dari Seoul ke Sejong tersebut yang awalnya banyak ditentang oleh berbagai pihak, pada akhirnya menjadi legacy besar bagi Presiden Roh Moo-hyun. Hingga akhirnya secara resmi kenegaraan, proses pembangunan dan pemindahan Ibu Kota dari Seoul ke Sejong bisa resmi dimulai pada tahun 2005,” tegasnya.
Hal itu dengan ditandai pengesahan Undang-Undang Khusus tentang Pembangunan Kota Administratif. Dia menerangkan, proses pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Sejong berlanjut pada tahun 2005, pemerintah Korsel membentuk National Agency for Administrative City Construction (NAACC).
Yakni sebuah organisasi dibawah Kementerian Pertahanan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea. Tugasnya adalah mengawal proses pembangunan dan pemindahan kementerian dan lembaga negara dari Seoul ke Sejong.
“Pada tahun 2007, dilakukan ground-breaking pembangunan Kota Sejong. Kemudian pada tahun 2012, Sejong Special Self-governing City (Local Government) secara resmi diluncurkan oleh pemerintah Korsel. Pemindahan berbagai kementerian/lembaga negara dari Seoul ke Sejong dimulai secara bertahap dari 2012 hingga target selesai direlokasi pada 2030,” tuturnya.
Jika dihitung sejak ground breaking pembangunan yang dilakukan pada tahun 2007, menunjukan bahwa Korea membutuhkan waktu sekitar 23 tahun. Namun jika dihitung lebih jauh sejak ide awal pembangunan dan pemindahan yang dicetuskan oleh Presiden Korea Roh Moo-hyun di tahun 2002, menunjukan bahwa Korsel membutuhkan 28 tahun untuk menyelesaikan pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Administratif dari Seoul ke Sejong.
Dalam kunjungan itu, dia diterima secara langsung oleh pimpinan (Administrator) NAACC. Park Mooik serta dua anggota parlemen Korea Hong Seong-guk dan Kang Joon-hyun.