Sengkarut proyek kereta cepat China yang bengkak US$1,9 miliar menjadi US$8 miliar, mendorong dua fraksi di DPR membentuk panitia khusus (pansus).
Pendiri Demokrat, Syarief Hasan
Naga-naganya, PKS dan Demokrat bakal duet guna menggolkan pembentukan pansus kereta cepat. Wakil Ketua MPR asal Partai Demokrat, Syarief Hasan mendukung upaya pembentukan pansus kereta cepat.
Langkah ini, menurut pendiri Partai demokrat ini, bertujuan mulia. Agar permasalahan yang terjadi di proyek kebanggaan Presiden Jokowi itu, bisa terang benderang. Apalagi, banyak masalah yang mendera dalam pelaksanaan pembangunan kereta cepat China Jakarta-Bandung.
"Kita dukung (pansus kereta cepat). Agar clear bagi rakyat, itu sangat baik," ungkap mantan Menteri Koperasi dan UKM era SBY, Jakarta, dikutip Selasa (9/8/2022).
Akar masalah kereta cepat berawal dari keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang diteken Presiden Jokowi pada 6 Oktober 2021. Beleid anyar ini menggantikan Perpres 107 Tahun 2015.
Salah satu pasal yang dirombak Jokowi adalah Pasal 4 soal pendanaan. "Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal," demikian bunyi Pasal 4 ayat 2 pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021.
Pasal tersebut meniadakan pasal 4 ayat 2 dalam Perpres 107/2015 yang berbunyi: "pelaksanaan penugasan tidak menggunakan dana dari APBN serta tidak mendapatkan jaminan pemerintah."
Sejak itulah, biaya kereta cepat China tidak lagi berskema business to business (B to B). Duit APBN sah digunakan untuk membiayai proyek tersebut.
Aliran dana dari APBN bisa masuk melalui program Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN yang menggarap proyek tersebut. Atau APBN menjamin pembiayaan kepada pimpinan konsorsium. Artinya, ketika konsorsium bisa mengajukan utang yang dijamin APBN.
Masih menurut Perpres 93, PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI) ditunjuk dengan lead atau pimpinan konsorsium, menggantikan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Dalam perkembangannya, proyek ini mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun hingga US$1,9 miliar atau setara Rp27 triliun, menjadi US$8 miliar atau setara Rp114 triliun.
Selain itu, target operasional kereta cepat China ini, berubah-ubah. Awalnya ditargetkan rampung 2019, molor menjadi 2022. Kemudian molor lagi ke Juni 2023.