Konflik telah berlangsung sejak lama, berlarut-larut dan mengakibatkan banyak korban jiwa, terutama dari kalangan warga sipil.
Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Peristiwa ini sudah tidak bisa lagi dipandang enteng dan dibiarkan begitu saja. Peristiwa kekerasan atas nama apapun juga tidak dibenarkan terjadi,” kata Wakil Ketua KOmite I DPD RI Filep Wamafma di Jakarta, Senin (18/7).
Menurutnya, telah banyak warga sipil yang menjadi korban. Padahal, warga seharusnya dilindungi dan berhak merasakan kedamaian.
“Warga sipil tidak patut menjadi korban atas kepentingan apapun. Konflik yang berkepanjangan ini memprihatinkan dan menyebabkan rakyat Papua terus hidup dalam kekhawatiran,” ujarnya.
Sebagai perwakilan daerah, lanjutnya, dia mengaku telah berulang kali menyampaikan cara-cara penyelesaian konflik bersenjata di Papua kepada pemerintah. Namun belum mendapat respon yang baik.
“Kita memandang belum ada konsep yang menyeluruh untuk menciptakan Papua tanpa konflik bersenjata. Kami sebenarnya sudah seringkali menyampaikan masukan dan saran kepada pemerintah, namun pandangan-pandangan dan hasil-hasil rapat terkait dengan Papua tidak diindahkan oleh pemerintah,” tandasnya.
Salah satu rekomendasi DPD RI terhadap kekerasan di Papua adalah dengan jalan dialog atau rekonsiliasi. Peristiwa kekerasan, penembakan hingga pembunuhan baik yang terjadi terhadap warga non Papua maupun warga Papua hari ini, merupakan dampak atas intensitas tingginya konflik politik bersenjata.
“Pemerintah mengambil peran dalam menyelesaikan konflik Rusia dan Ukraina. Namun, konflik bersenjata di Papua yang terus meradang, telah jelas nampak di depan mata dan mendesak untuk diselesaikan daripada berfokus pada konflik di belahan dunia lain,” tegasnya.
Terlalu Jauh
Karenanya, dia memandang terlalu jauh berpikir tentang bagaimana konflik Rusia-Ukraina. Karena di depan mata ada konflik bersenjata yang sudah puluhan tahun terjadi di Tanah Papua.
“Kita sering mengingatkan pemerintah untuk menjadikan Aceh sebagai contoh dalam menyelesaikan konflik bersenjata di Papua. Kenapa itu tidak dilakukan,” ucapnya balik bertanya.
Dalam kesempatan itu, dia juga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mengakhiri konflik bersenjata. Karenanya, dia menekankan agar Papua tidak dijadikan ladang bisnis oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
“Yang justru mengakibatkan warga sipil menjadi korban. Atas persoalan ini, saya meminta kepada Presiden, Panglima TNI dan Kapolri untuk mengambil langkah-langkah konkret yang humanis dan mengedepankan dialog damai,” tukasnya.
Hal itu agar tidak menimbulkan gejolak politik maupun sosial sehingga rakyat Papua dapat hidup dengan tenang dan damai. Sebab bila hari ini warga jadi korban, kemudian pendekatan militer dilakukan dan kemudian warga sipil akan menjadi korban lagi.
“Saya ingin ingatkan kepada semua pihak, warga sipil patut dilindungi apapun alasannya. Jangan jadikan warga sipil sebagai kambing hitam atau korban kepentingan,” imbuhnya.
Seperti diketahui, konflik bersenjata di Papua telah memakan banyak korban dari kedua pihak baik para prajurit TNI-Polri, warga sipil Papua dan non Papua. Termasuk dari kalangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Pada Sabtu (16/7) lalu, sebanyak 10 warga sipil di Nduga meninggal dunia dan 2 lainnya mengalami luka-luka berat akibat serangan KKB ini. Bahkan diantara korban tersebut diketahui merupakan seorang ustadz dan pendeta.
Pihak Kepolisian menyebutkan, dalam peristiwa itu sekitar puluhan anggota KKB melakukan penyerangan. Dimana sebagian besar dari mereka menggunakan senjata api laras panjang dengan perkiraan berjumlah 15 pucuk.