Lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), memberikan angin segar dan membawa harapan baru bagi masyarakat.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga dan Jaksa Agung ST. Burhanuddin membahas upaya perlindungan anak dan perempuan. (Biro Humas KemenPPPA)
“Dimana pengakuan dan jaminan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihannya, merupakan kewajiban negara serta dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga di Jakarta, Jumat (15/7).
Dalam momentum peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2022 itu, Menteri PPPA bertemu dengan Jaksa Agung ST. Burhanuddin, untuk berdiskusi mengenai upaya perlindungan anak dan perempuan.
Serta pola penegakan hukum dalam penanganan terhadap praktek kekerasan seksual. Hal itu sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 TPKS. Pada pertemuan tersebut, Menteri PPPA dan Jaksa Agung membahas kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, upaya perlindungan anak dan perempuan, serta penanganan kasus-kasus yang dilakukan oleh Kejaksaan RI.
“Sinergi dan komitmen dari Kementerian PPPA beserta Kejaksaan Agung, merupakan bentuk nyata kehadiran negara. Khususnya dalam menyikapi dan menuntaskan maraknya kasus kekerasan yang kian hari kian meningkat pada anak dan perempuan,” ujarnya.
Dimana tren meningkatnya jumlah laporan kasus di tengah menurunnya prevalensi kekerasan secara umum, merupakan hal yang cukup baik. Artinya, masyarakat mulai berani untuk membuat laporan pengaduan melalui saluran layanan pengaduan yang tersedia.
“Salah satunya Layanan Pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. Hal ini menunjukkan kehadiran negara di tengah masyarakat, yang siap melindungi serta menangani anak dan perempuan dari segala bentuk kekerasan,” tandasnya.
Ditajamkan
Kehadiran negara di tengah masyarakat perlu semakin ditajamkan keberadaannya. Yakni dengan kesiapan dalam mengantisipasi dan menangani laporan-laporan yang diterima.
“Sehingga korban mendapatkan perlindungan dan keadilan. Terutama pada proses hukum. Tidak hanya penanganan semata, pencegahan dari hulu ke hilir pun harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Untuk memberikan efek jera, lanjutnya, diperlukan komitmen para pihak. Khususnya Aparat Penegak Hukum (APH), untuk memberikan keadilan dan hak-hak kepada korban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Dan menerapkan hukuman yang maksimal,” tegasnya. Sedangkan Jaksa Agung ST. Burhanuddin menerangkan, kepedulian luar biasa Kejaksaan Republik Indonesia atas perkara-perkara yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Terutama dengan maraknya kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang belakangan ini bermunculan di permukaan. Kami memastikan Kejaksaan RI sebagai salah satu APH, memiliki kewajiban untuk memberikan keadilan dan hak-hak kepada korban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucapnya
Maksimal
Burhanuddin juga berkomitmen untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan perlindungan kepada korban. Yakni dengan menerapkan hukuman yang maksimal.
“Sehingga tidak ada lagi anak dan perempuan yang berjatuhan menjadi korban kekerasan atas perbuatan keji dan tidak bertanggung jawab. Apalagi, dengan telah diundangkannya UU TPKS,” imbuhhnya.
Kejaksaan RI juga akan terus mendukung percepatan implementasi UU TPKS beserta peraturan turunannya sehingga dapat dengan segera diterapkan. Menyambut baik komitmen dan antusiasme Jaksa Agung beserta jajarannya, Menteri PPPA menyampaikan perlu adanya peningkatan kapasitas APH dan Sumber Daya Manusia (SDM) pelayanan teknis lainnya.
“Khususnya dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan Keadilan Gender. Serta peningkatan efektivitas instrumen layanan yang diselenggarakan APH, tenaga layanan pemerintah, lembaga layanan berbasis masyarakat,” paparnya.
Termasuk implikasi pada percepatan penanganan dan penghapusan reviktimisasi pada korban. Selain berdiskusi mengenai upaya perlindungan anak dan perempuan, Menteri PPPA memberikan penghargaan kepada Jaksa Agung atas upayanya dalam penegakan hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Menteri PPPA berharap, pertemuan ini menjadi awal dari kerjasama berkelanjutan dengan Kejaksaan RI dalam proses penanganan dan penegakan hukum. Yakni terkait kekerasan terhadap anak dan perempuan, khususnya pada tindak pidana kekerasan seksual.