Antara Judi, Prostitusi dan Jakarta (1)

Kesuksesan Jakarta Ditangan Gubernur Maksiat

Di era kolonial Belanda, batavia memang dikenal sebagai ratu cantik dari belahan dunia timur. Menariknya, potensi perjudian dan prostitusi dimaksimalkan oleh pria yang bergelar gubernur maksiat.

Kesuksesan Jakarta Ditangan Gubernur Maksiat

Antara Judi, Prostitusi dan Jakarta

Wowsiap.com - Praktik permainan judi dan prostitusi tidak akan pernah bisa berhenti atau ditutup sampai dunia ini berakhir. Jika tetap dipaksakan untuk ditutup, praktik-praktik gelap permainan ini tetap akan bermunculan dengan segala macam 'busananya'. Lantas kenapa tidak diresmikan saja sekalian jika pajak dan turunan bisnis dari keduanya bisa memberikan keuntungan besar bagi negara.

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan permainan judi dan praktik prostitusi itu lahir dan masih menjamur hingga saat ini. Menariknya seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, kedua bisnis itu juga turut semakin canggih.

Bisnis judi dan prostitusi bisa diilustrasikan sebagai bisnis 'anak dan bapak'. Yah kedua bisnis ini memang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Uang, wanita dan kekuasaan selalu menarik untuk dipertaruhkan. Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin menegaskan dirinya sangat tidak yakin untuk menyadarkan para pelaku dari kedua bisnis tersebut cukup diselesaikan dengan penyuluhan, Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1994).

Wanita Petang dan Pagi

Sejak jaman kolonial Belanda, ada 4 tempat di Jakarta dan Bogor yang terkenal dengan bisnis lendirnya. Batavia memang dikenal sebagai ratu cantik dari belahan dunia timur. Dikutip dari buku ciptaan Alwi Shihab yang berjudul Betawi Queen of The East (2002), di era penjajahan Belanda ada lokasi prostitusi yang terkenal di Jakarta seperti Kaligot, Sawah Besar dan juga Petojo. 

Ketiga lokasi prostitusi di Betawi itu selalu bersaing dengan lokasi gang Heubeur di daerah Ciawi-Bogor. Perubahan nama Gang Heubeur terjadi setelah kemerdekaan bangsa ini diproklamirkan. Nama Gang Heubeur berubah menjadi Gang Sadar. Nama lokalisasi ini cukup dikenal hingga tahun 2010 sebelum resmi ditutup pemerintah dua tahun terakhir ini. 

Bangsa ini telah merdeka, namun nakalnya para hidung belang tidak akan pernah pudar. Mata mereka seakan selalu nanar saat melihat kupu-kupu malam yang bersolek dengan seadanya. Gejolak yang terjadi di setiap daerah di Indonesia seakan tidak digubris para pria hidung belang jika nafsu sudah turun ke bawah perut. Tahun 1950 lokasi prostitusi yang mulai naik daun di Jakarta bertambah dengan nama Planet yang kini dikenal dengan nama Senen. Operasi penjajaan cinta para kupu-kupu malam itu dilakukan di sepanjang rel kereta api. Dimulai dari stasiun Senen hingga daerah di Tanah Tinggi.  

Naik daunnya lokalisasi Planet disebabkan tidak sungkannya para wanita penjaja cinta semalam itu mengenakan pakaian yang seronok. Para wanita penjaja cinta itu lebih dikenal dengan sebutan Wanita 'P'. Inisial huruf P itu menjelaskan waktu operasi mereka dalam menjajakan cinta, Petang dan Pagi. Tingkah para penjaja seks di lokalisasi Planet itu tidak melihat siapa yang ada di sekitar saat memberikan layanan terlarangnya. Dan ini menjadi catatan penting bagi jebolan marinir Ali Sadikin saat diangkat Soekarno sebagai gubernur. 

"Saya merasa ngilu melihat aksi mereka (wanita penjaja seks-red) itu. Diantara mereka itu ada anak-anak yang usianya masih belasan tahun," kata Ali Sadikin dalam bukunya Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1994).

Termuda dan Penuh Kontroversi

Ali Sadikin, dua kata sebuah nama yang akan selalu dikenang oleh setiap generasi yang tinggal di Ibukota Jakarta. Dia terkenal dengan gelar Gubernur Maksiat akibat keputusan yang dikeluarkannya dalam membangun Jakarta. Pria jebolan marinir ini dipilih Presiden Soekarno untuk memimpin Jakarta yang saat itu sarat dengan gejolak demonstrasi. Meski pangkatnya diturunkan dari seorang mentri menjadi gubernur namun ketegasan dan tingkat kedisiplinannya yang tinggi berhasil membuat Jakarta bersinar.

Pakar tata ruang dan kota Nirwono Yoga dari Universitas Trisakti menyebutkan saat dilantik Soekarno, Ali Sadikin diberikan modal awal untuk mengubah Jakarta menjadi kota metropolitan senilai Rp.66 juta.

"Saat diangkat Soekarno menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 28 April 1966, Ali Sadikin diharapkan bisa mengubah Jakarta menjadi kota metropolitan di Indoesia. Pilihan Soekarno ternyata tidak meleset, dalam kurun 11 tahun, Bang Ali berhasil mengangkat Jakarta sesuai harapan. Dan dia mewariskan dana APBD ke Tjokropranolo ratusan miliar," kata Pakar Tata Ruang dan Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga kepada wowsiap.com melalui sambungan telepon, Jakarta, Kamis (14/7/2022).

Kecerdasan dan keberaniannya mengambil resiko dihujat masyarakat seakan mewakili sosok pemimpin idaman yang dibutuhkan ibu pertiwi saat ini. 2 tahun usai dilantik menjadi gubernur, Ali Sadikin meneruskan cita-cita dari MH Thamrin dalam membenahi daerah-daerah kumuh yang ada di Jakarta. Dilanjutkan Nirwono, pengalamannya Ali Sadikin sebagai tentara dalam memetakan sebuah masalah juga digunakannya, sebelum mengeluarkan kebijakan yang penuh kontroversi. Bang Ali mengijinkan bisnis dunia hiburan malam berkembang di Jakarta. Setelah mengijinkan dia memungut pajak untuk membangun Kota Jakarta sebagai kota metropolitan.

"Keputusan yang penuh kontroversial itu diambilnya untuk memajukan Jakarta. Salah satu buktinya Jalan MH Thamrin yang dibangun dari pajak bisnis judi dan prostitusi. Dan murni semua hasil pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur, sekolah, tempat ibadah yang ada di Jakarta. Tidak ada sedikitpun uang dari pajak yang digunakan untuk kepentingan kelompok atau pribadinya," kata Nirwono Yoga.   

Ditangannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan seperti: Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet berjalan dengan sukses. Dan di bawah kepemimpinannya pula adanya pemilihan Abang dan None Jakarta.

Disebutkan Nirwan, saat ini kondisi Jakarta dengan eranya Ali Sadikin banyak persamaannya. Persamaanya itu antara lain maraknya perjudian yang ditutup aparat kepolisian dan menjamurnya prostitusi meski modusnya online. Dan yang tak kalah pentingnya, kondisi ekonomi juga sedang terjun bebas setelah semua negara di dunia dihantam Covid-19.

"Hampir semua sektor industri dan usaha gulung tikar akibat bencana nasional corona. Jakarta banyak pengangguran, tingkat kemiskinan juga semakin bertambah. Jakarta sebagai ibukota negara membutuhkan sosok pemimpin yang mirip dengan Ali Sadikin," tandasnya. 


 

Gubernur Maksiat Ali Sadikin Jakarta Prostitusi Perjudian Kesuksesan Nirwono Yoga wowsiap.com