Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan upaya pencegahan korupsi di daerah. Termasuk seluruh pemerintah daerah di Papua.
Plt. Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding. (Ist.)
“Salah satunya dilakukan melalui program pencegahan korupsi terintegrasi. Program ini merupakan implementasi dari tugas KPK, sebagaimana amanah UU terkait fungsi koordinasi dan monitoring atas upaya-upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh pemda,” kata Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Kamis (14/7).
Menurutnya, upaya pencegahan korupsi di pemda fokus pada perbaikan tata kelola pemda yang baik. Program tersebut telah dilakukan KPK sejak 2016.
“Pada awalnya dilakukan terbatas hanya pada beberapa provinsi yang dinilai rawan korupsi, karena berulangnya kasus tindak pidana korupsi. Selain itu besarnya anggaran daerah yang dikelola, yaitu salah satunya karena status otonomi khusus seperti Papua dan Papua Barat,” ujarnya.
Namun, sejak 2018, cakupan program kemudian diperluas dan KPK telah mendampingi 34 provinsi yang meliputi 542 pemerintah daerah. Seiring dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan pemekaran wilayah sehingga menambah jumlah pemda, KPK akan memperluas jangkauan ke daerah-daerah tersebut.
“Untuk memastikan perbaikan tata kelola pemerintahan daerah berlangsung secara kontinyu, masif, dan terukur, dalam pelaksanaannya KPK menggandeng dan mengkoordinasikan dengan menyelaraskan kewenangan yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri dan melibatkan seluruh perwakilan BPKP di daerah,” tandasnya.
Tahapan
Dia menambahkan, implementasi program pencegahan korupsi pada pemda dilakukan melalui sejumlah tahapan. Mulai dari identifikasi titik rawan korupsi; penyusunan dan penetapan rencana aksi pemberantasan korupsi terintegrasi pemda; hingga monitoring dan evaluasi capaian aksi pemberantasan korupsi terintegrasi.
“Rencana aksi pencegahan korupsi terintegrasi difokuskan pada pembangunan sistem dan langkah-langkah perbaikan tata kelola pemerintahan. Hal itu bertujuan untuk mengurangi risiko dan dapat menutup celah potensi korupsi untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Dijelaskan, dari hasil identifikasi atas titik rawan korupsi, upaya pencegahan korupsi di daerah difokuskan pada delapan area intervensi. Yaitu meliputi perencanaan dan penganggaran APBD; pengadaan barang dan jasa; perizinan; penguatan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
“Kemudian, manajemen ASN; optimalisasi pajak daerah; manajemen aset daerah dan tata kelola keuangan desa. Delapan fokus area ini juga berdasarkan pengalaman KPK dalam penanganan kasus korupsi,” jelasnya.
KPK mencatat modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah. Diantaranya adalah terkait belanja daerah yang meliputi pengadaan barang dan jasa, pengelolaan kas daerah, hibah dan bantuan sosial (bansos), pengelolaan aset, hingga penempatan modal pemda di BUMD atau pihak ketiga.
“Selain itu, korupsi pada sektor penerimaan daerah mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat; korupsi di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan; dan benturan kepentingan, serta penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi ASN di lingkungan pemerintahannya,” paparnya.
Dievaluasi
Setiap area intervensi tersebut kemudian diturunkan ke dalam serangkaian aksi pencegahan korupsi. Yang mana implementasi dan kemajuannya dievaluasi secara berkala.
“Aksi-aksi tersebut dijabarkan ke dalam indikator dan sub indikator yang capaiannya terus dimonitor. Hasil monitoring progress pelaksanaan aksi pencegahan korupsi tersebut dituangkan dalam aplikasi Monitoring Center for Prevention (MCP). Informasi lengkap MCP dapat diakses melalui tautan https://jaga.id,” ucapnya.
Beberapa daerah juga memiliki kekhasan tersendiri. Tanah Papua misalnya, khususnya Papua Barat yang telah mendeklarasikan sebagai provinsi konservasi. Maka selain program pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan daerahnya, KPK juga fokus pada perbaikan tata kelola kehutanan.
“KPK melalui program GNP-SDA mendukung pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan di tanah Papua untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua. Sehingga, tata kelola kehutanan yang berkelanjutan menjadi kunci untuk menjaga alam Papua tetap lestari dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk masyarakat Papua dengan memastikan tata kelolanya bersih dari korupsi,” imbuhnya.