Dalam kasus kekerasan seksual, perempuan cenderung menjadi korban. Karena itu, kepastian dan keberpihakan kepada korban perlu ditunjukkan oleh negara.
Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Trauma healing juga perlu diberikan kepada santri korban kekerasan seksual di Pondok Pesantren (ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah di Jombang, yang dilakukan oleh MSAT,” kata Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni usai hearing di ruang Brawijaya, kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya, Rabu (13/7).
Menurutnya, dia sudah mendapat informasi bahwa hal itu sudah dilakukan. Apalagi karena Gubernur Jawa Timur, Bupati Jombang dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jatum perempuan.
“Sehingga lebih peka dalam masalah ini. Dia juga berharap publik tidak memperlakukan sama semua kasus dengan kasus Jombang. Karena, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan terpercaya yang membentuk sumber daya manusia yang berilmu dan berakhlak,” ujarnya.
Komite III DPD RI juga mengapresiasi langkah Kementerian Agama, yang membatalkan rencana pencabutan izin operasional pesantren Shiddiqiyyah. Menurutnya kasus Jombang bukan dilakukan oleh lembaga, akan tetapi oknum.
“Kami sepakat dengan keputusan pembatalan izin operasional pesantren. Karena santri tidak boleh putus pendidikan. Prioritas kami, wajib belajar harus terus berjalan,” tandasnya.
Seperti diketahui, sejumlah santriwati diduga dicabuli anak dari pemilik dan pengasuh Pesantren Shiddiqiyah dan pengelola sejumlah usaha pesantren. Sylviana menambahkan, dirinya sudah bertemu sejumlah pihak dan mendengarkan informasi dari sumber-sumber terpercaya.
“Saya apresiasi terhadap penanganan kasus di Jombang ini. Saya melihat negara sudah hadir dalam kasus ini. Kami juga mengapresiasi langkah Kajati Jatim Mia Amiati, yang langsung memimpin proses penuntutan di pengadilan. Ini bentuk keseriusan dan keberpihakan kepada korban,” tegasnya.