Pendidikan gratis wajib diberikan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat. Hal itu sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma. (Bagian Pemberitaan dan Media DPD RI)
“Pasal 34 ayat (3) huruf e angka (2) huruf a UU Nomor 2 Tahun 2021 (UU Otsus Perubahan) menyebutkan, penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25 persen dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional ditujukan untuk paling sedikit 30 persen untuk belanja Pendidikan,” kata Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma, Senin (11/7).
Sedangkan, Pasal 36 UU Otsus Perubahan, juga menegaskan bahwa penerimaan terkait dana perimbangan dari bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) minyak bumi dan gas alam (sebesar 70 persn) yang disebut dengan Dana Bagi Hasil/DBH. Yakni dialokasikan sebesar 35 persn untuk belanja pendidikan.
“Selain itu, Pasal 4 ayat (3) PP Nomor 106 Tahun 2021 juga menyebutkan, dalam rangka pelaksanaan Otsus, Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diberi Kewenangan Khusus dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Dalam bagian Lampiran dari PP ini, ditegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Papua dalam hal manajemen pendidikan, menyediakan pembiayaan pendidikan yang diprioritaskan untuk menjamin setiap orang asli Papua (OAP) agar memperoleh Pendidikan,” ujarnya.
Yakni mulai PAUD sampai pendidikan tinggi, tanpa dipungut biaya. Oleh sebab itu, Filep menekankan apabila amanah UU dan PP tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh pemerinta daerh, maka masyarakat dapat mengupayakan langkah hukum sesuai aturan yang ada.
“Masyarakat dapat mengajukan somasi, aduan hingga gugatan terkait persoalan pendidikan gratis tersebut kepada pihak-pihak terkait. Gugatan terkait tidak dilaksanakannya pendidikan gratis sesuai peraturan yang berlaku dapat diajukan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), apabila langkah somasi tidak berhasil maksimal,” tandasnya.
Upaya Administratif
Untuk tidak dilaksanakannya kebijakan pendidikan gratis bagi OAP, maka OAP dapat mengajukan upaya administratif dan/atau gugatan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Gugatan dapat diajukan ke PTUN. Akan tetapi, langkah hukum sebelum mengajukan gugatan PTUN ialah mengajukan somasi kepada Pemerintah Provinsi Papua.
“Somasi ini bertujuan untuk mengingatkan Pemerintah Provinsi Papua tentang kewajibannya untuk menyiapkan pendaanaan bagi pendidikan gratis OAP, mulai dari PAUD sampai pendidikan tinggi,” tegasnya.
Filep menjelaskan, Pemerintah Daerah Provinsi merupakan Pejabat Tata Usaha Negara karena melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Provinsi Papua, dalam hal ini Gubernur dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah, merupakan Pejabat Tata Usaha Negara.
“Hal itu didasarkan pada Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” imbuhnya.
Dijelaskan, dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah, telah diatur mengenai pungutan dan sumbangan, misalnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan Biaya Pendidikan.
“Untuk wilayah Papua/Papua Barat, berlaku asas lex specialis derogat lex generalis. Sehingga dipakai PP Nomor 106 Tahun 2021 yang mengamanatkan adanya pendidikan gratis,” ucapnya.
Oleh karena itu, jika ada pungutan dari sekolah, maka masyarakat dapat membuat aduan secara resmi kepada Perwakilan Ombudsman di Provinsi Papua/Papua Barat. Apabila Ombudsman memberikan rekomendasi atas aduan OAP terkait adanya pungutan dari sekolah terkait dengan pendidikan gratis ini, maka Pemerintah Provinsi harus menjalankannya.