Pemerintah Diminta Percepat Tagih Pengemplang BLBI

Dalam kondisi tekanan ekonomi seperti saat ini, pemerintah harus benar-benar menekan pengeluaran dan memaksimalkan pendapatan.

Pemerintah Diminta Percepat Tagih Pengemplang BLBI

Staf Ahli Pansus BLBI Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Hardjuno Wiwoho. (Dok. Pansus BLBI DPD RI)

Wowsiap.com - Dalam kondisi tekanan ekonomi seperti saat ini, pemerintah harus benar-benar menekan pengeluaran dan memaksimalkan pendapatan. Terutama dari tindak kejahatan negara seperti skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

“Skandal BLBI yang sedang dikejar oleh Satgas BLBI angka piutang Rp 110 triliun. Sementara obligasi rekap membuat APBN musti membayar bunga rekap puluhan triliun setahun sampai 2043 nanti,” kata Staf Ahli Pansus BLBI Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Hardjuno Wiwoho di Jakarta, Jumat (8/7).

Dia menambahkan, untuk membayar bunga dan cicilan utang per tahun Rp 400 triliun. Hal itu membuat beban APBN semakin besar, sehingga pajak rakyat kecil akhirnya dikejar-kejar. 

“PPN naik, NIK KTP bayar Rp 1000. Bandingkan dengan obligasi rekap yang membuat pemerintah menyubsidi bank-bank besar sampai Rp 70 triliun setahun dari 1999 sampai 2043,” ujarnya.

Bila ditotal, jumlahnya sebesar Rp 4000 triliun hanya untuk membayar obligasi rekap. Padahal, kata dia, pada saat yang sama Indonesia terjerat utang hingga Rp 7000 triliun.

“Sementara, ekonomi dalam tekanan berat karena inflasi dan perlambatan. Selain moratorium pembayaran bunga rekap, pemerintah juga musti memback-up kerja Satgas BLBI dalam upaya menarik piutang negara dalam skandal BLBI,” tandasnya.

Sita Aset
Dikatakan, Satgas BLBI harus dibantu bekerja agar sita aset atau ambil cash para pengemplang lebih mudah. Apalagi, negara sedang butuh pemasukan.

“Dimana tekanan inflasi dan perlambatan ekonomi kali ini berat sekali. Kejahatan keuangan di masa lalu harus dituntaskan pada hari ini, agar tak ada lagi yang ditinggalkan untuk masa Pemilu 2024,” tegasnya.

Ditegaskan, politik di Indonesia jangan lagi dibebani oleh masalah masa lalu. Antara lain seperti saling kunci dalam kesalahan penerbitan BLBI maupun rekap.

“Tekanan akibat pandemi Covid-19 belum usai, sekarang perang Rusia dengan Ukraina. Krisis pangan, energi, rupiah melemah. Akibatnya harga impor pangan dan energi naik tinggi,” ucapnya.

Hal ini membuat rakyat kecil terlalu lama menderita. Karenanya, dia berharap pengemplang BLBI segera dibereskan saja. “Kalau mau, pasti bisa dan cepat,” imbuhnya. 

Berat
Terpisah, peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan, beban negara sudah terlalu berat. Maka dari itu, tak ada pilihan bagi negara untuk segera menghentikan pengeluran-pengeluaran yang tidak penting bahkan keliru. 

“Pemerintah juga diminta mengoptimalkan penagihan piutang negara BLBI. Hal itu agar negara memperoleh tambahan penerimaan, sehingga bisa mengurangi defisit anggaran yang otomatis mengurangi penarikan pembiayaan dari utang,” jelasnya.

Menurutnya, dengan waktu hanya sampai akhir tahun 2023, Satgas BLBI perlu lebih keras lagi melakukan penagihan piutang negara BLBI. Hal itu agar setidaknya pada tahun ini mampu mengembalikan lebih dari 50 persen kewajiban para debitur nakal kepada negara.

“Waktu kan terbatas, penagihan ini penting uangnya balik dan juga menunjukkan secara politik negara serius melawan pengemplang. Melemahnya rupiah atas dolar pasti juga memiliki dampak serius pada utang Indonesia. Ini perlu diperhatikan pemerintah,” paparnya.

Selain itu, sikap tegas Satgas BLBI saat ini ditunggu oleh masyarakat. Karena kinerjanya dinilai lamban. “Piutang yang ditarik Satgas saat ini belum mencapai 25 persen dari total piutang yang ditargetkan sebesar Rp 110 triliun rupiah,” tukasnya.

 

piutang Satgas BLBI pengemplang penagihan