Kondisi umat Islam saat ini dinilai memprihatinkan. Sebab, meskipun secara jumlah mayoritas, namun kecil dari arti mindset-nya.
Tangkapan Layar diskusi Gelora Talks bertema Politik Dorong Mobil Mogok: Menentukan Visi Baru Politik Keumatan. Gelora Media Center
“Seperti hanya dibutuhkan sebagai pendorong mobil mogok, setelah jalan, lalu ditinggalkan,” kata Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta dalam diskusi Gelora Talks bertema Politik Dorong Mobil Mogok: Menentukan Visi Baru Politik Keumatan, Rabu (6/7).
Menurutnta, kondisi tersebut dimanfaatkan betul oleh partai politik (parpol) sebagai pendorong bagi mobil yang mogok dalam konteks berpolitik secara nasional. Sebagai kelompok mayoritas dari warga negara Indonesia, peran umat Islam belum dioptimalkan secara penuh.
“Sehingga, sudah saatnya umat Islam mengubah aksi kerumunan selama ini, menjadi sebuah kekuatan. Dan mampu menciptakan perubahan besar dalam peta politik nasional,” ujarnya.
Hal itu harus dilakukan umat Islam sekarang. Khususnya kalau tidak mau lagi menjadi pendorong mobil mogok di Pemilu 2024 mendatang. Karena itu, umat Islam perlu mengajukan visi baru masa depan Indonesia.
“Sebab, umat Islam besar, namun kesejahteraan minim dan dalam berdemokrasi juga tidak mengalami perubahan. Padahal potensi umat Islam begitu besar dalam mewarnai hajatan politik, termasuk dalam Pemilu 2024 mendatang,” tandasnya.
Minoritas
Selain itu, umat muslim juga harus ambil alih atau berperan lebih besar dalam kepemimpinan. Jangan yang terjadi malah seperti minoritas atau tukang tepuk tangan saja.
“Saya berharap, Indonesia bisa menjadi model pemberlakuan kombinasi antara agama, demokrasi dan kesejahteraan. Terutama di tengah upaya perubahan sistem tatanan global baru sekarang,” tegasnya.
Sebab, kombinasi tersebut, akan menjadikan Indonesia sebagai kekuatan lima besar dunia. Sementara itu, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunato atau yang akrab di panggil Cak Nanto menilai umat Islam sekarang tidak memiliki gagasan besar dan visi kebangsaan.
“Sehingga, setiap kelompok tidak mencapai titik temu, termasuk dalam hal perjuangan visi politik. Inilah problem umat Islam sekarang yang harus diurai. Jadi kalau menurut saya, tidak hanya sebagai pendorong mobil mogok saja, tapi ini mobilnya juga rusak berantakan, karena setiap kelompok tidak memiliki titik temu,” ucapnya.
Dikatakan, yang paling penting sekarang adalah target utama membangun kerukunan, persatuan dan kesatuan. Sebab, tidak bisa lagi sekedar teriak-teriak, tapi tidak bisa mempengaruhi kebijakan.
“Umat Islam terus membangun kesadaran berpolitik dengan gagasan-gagasan yang berbeda dengan satu nilai kebangsaan. Sehingga dapat mempengaruhi berbagai kebijakan pemerintah,” imbuhnya.
Identitas
Adapun Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Raihan Ariatama menilai, identitas politik dalam konteks keindonesiaan juga harus dilihat dari keberagaman dan budaya lokal. Karena keberagaman itu, akhirnya melahirkan berbagai organisasi Islam.
“Antara lain seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Persis dan lain-lain yang menghormati tradisi keagamaan di masing-masing daerah. Tentunya ini merupakan satu fakta yang harus kita ketahui, bahwasanya kekuatan politik di Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai wilayah dan berbagai macam konsep lain, selain dari Islam,” tuturnya.
Dia menambahkan, umat Islam harus memiliki visi besar, tidak hanya untuk kepentingan Pemilu 2014 saja, tapi juga Indonesia Emas 2045. “Kita tidak bisa lagi tonjolkan politik identitas, karena hanya menyebabkan polarisasi. Hari ini, umat Islam harus memiliki visi besar hingga tahun 2045,” jelasnya.
Sedangkan mubaligh Haikal Hassan Baras meminta umaI Islam harus cerdas. Sehingga tidak lagi menjadi korban politik parpol tertentu, yang dimanfaatkan untuk mendorong mobil mogok.
“Mobil yang didorong tidak hanya mogok, tapi sudah mobil rongsokan. Tidak pantas sebenarnya mereka didorong umat Islam. Umat Islam ini korban dan itu jangan terjadi lagi di Pemilu 2024,” jelasnya.
Dia menilai, Indonesia saat ini berada dalam cengkeraman para kapitalis dan oligarki kekuasaan. Sehingga, Pemilu 2024 diperlukan sebuah persatuan, dan persatuan itu akan mendatangkan kekuatan,” tukasnya.